Pakar Hukum Pidana Nilai Kuat Ma'ruf Bisa Bebas Jika Hal Ini Terjadi

Kuat Maruf, Sidang Lanjutan Saksi-Saksi
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Nasional – Pakar hukum pidana Muhammad Arif Setiawan menilai terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, yakni Kuat Ma'ruf bisa saja bebas dari jeratan proses hukum. Kuat berpeluang bebas jika dakwaan ternyata tak terbukti dalam proses persidangan.

Polisi Ungkap Peran Komplotan Pelaku Pembunuhan Pengemudi Ojek Pangkalan

Hal tersebut disampaikan oleh Arif saat dihadirkan sebagai ahli yang meringankan dalam persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Duduk sebagai terdakwa yaitu Kuat Ma'ruf dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN), pada Senin 2 Januari 2023.

Polisi Tangkap Komplotan Pembunuh Ojek Pangkalan di Tangerang, Niat Begal Motor

Awalnya, pihak kuasa hukum Kuat menanyakan soal konsekuensi yang terjadi jika uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti dalam rangkaian proses persidangan. 

Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu mengatakan bahwa konsekuensi yang dapat terjadi yakni bebasnya Kuat Ma'ruf.

DPR Sebut Kasus Polisi Tembak Polisi di Sumbar Brutal dan Sangat Ekstrem

"Kalau dakwaan tidak terbukti ya konsekuensinya kalau kita lihat KUHAP ya bebas. Dakwaan tidak terbukti," kata Arif di ruang pengadilan.

Kuat Maruf saat persidangan kasus pembunuhan Brigadir J

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Arif menambahkan jika hasil tes kebohongan atau lie detector bukan termasuk alat bukti. Melainkan, tes tersebut hanya merupakan instrumen untuk penyidikan kasus.

Penasihat hukum Kuat menanyakan soal lie detector dalam sistem pembuktian pidana. Arif menerangkan kalau merujuk Pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti yang sah, lie detector tidak termasuk di dalamnya. 

Di sisi lain Arif memahami lie detector sebagai salah satu alat untuk keperluan penyidikan. Alat tersebut dimanfaatkan penyidik demi memahami lebih dalam perkara yang ditangani, khususnya terkait pemeriksaan saksi maupun tersangka.

"Apakah keterangan yang diberikan oleh para saksi itu punya konsistensi tertentu yang disebut tadi ada kebohongan atau tidak. Itu kan hanya instrumen di dalam pemeriksaan, tetapi ahli memahami itu bukan salah satu alat bukti," ungkap Arif dalam persidangan.

Hanya saja, Arif memandang hasil dari lie detector bisa saja dimanfaatkan oleh para ahli berkompeten untuk dinilai dan diterjemahkan lebih lanjut. Hasil terjemahan tersebut menurutnya yang bisa saja dijadikan sebagai alat bukti.

"Dengan demikian, yang dipakai sebagai alat bukti bukan hasil dari laporan lie detector-nya tadi, tetapi adalah pembacaan dari itu," kata Arif.

Sebagai informasi, Kuat Ma'ruf didakwa bersama-sama Ferdy Sambo, Bharada E, Putri Candrawathi dan Ricky Rizal Wibowo (dituntut dalam dakwaan terpisah) melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan pembunuhan terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Atas perbuatannya, Kuat Ma'ruf dijerat Pasal 340 KUHPidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair Pasal 338 KUHPidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Perbuatan terdakwa Ferdy Sambo diancam dengan pidana penjara 20 tahun, seumur hidup, atau hukuman mati dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya