Terdakwa Kasus Minyak Goreng Klaim Hanya Bantu Negara dalam Keadaan Darurat
- Kejaksaan Agung
VIVA Nasional – Mantan Tim Asistensi Menko Perekonomian, Lin Che Wei, berharap majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memberikan putusan yang bijak dalam perkara dugaan korupsi penerbitan persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.
Lin Che Wei berharap perkara ini tidak membuat orang-orang yang berniat baik, justru takut untuk membantu pemerintah dalam mengatasi kesulitan.
“Saya memohon majelis hakim mempertimbangkan putusan yang akan dibuat, terutama mengingat saya melakukan hal ini semua semata-mata untuk membantu negara yang berada dalam keadaan darurat,” kata Lin Che Wei dalam nota pembelaan (pleidoi) dikutip awak media, Rabu, 28 Desember 2022.
Lin Che Wei meminta majelis hakim adil dalam perkara ini sehingga tidak menjadi sinyal negatif yang membuat jera pihak-pihak yang berniat baik membantu pemerintah, termasuk government relation officers, penasihat kebijakan (policy advisor), dan pelaku usaha.
“Pihak-pihak yang mencoba membantu dalam keadaan krisis sebagian besar adalah produsen minyak goreng yang berorientasi ekspor yang tidak mempunyai jalur distribusi seekstensif produsen minyak goreng yang berorientasi lokal. Meskipun mereka memproduksi minyak goreng secara besar, namun mereka tidak menguasai jalur distribusi dalam negeri, sehingga tidak serta merta barang tersebut tersedia di level retailer,”kata Lin Che Wei.
Dalam pembelaannya, lebih lanjut Lin Che Wei meyakini apa yang dilakukannya dalam membantu Kementerian Perdagangan mengatasi kelangkaan minyak goreng bukanlah tindakan pidana. Dia berdalih tidak punya motif ekonomi maupun niat jahat untuk merugikan negara.
“Sebagai manusia tentu saja saya mempunyai banyak kelemahan dan kesalahan, namun saya yakin semua yang saya lakukan selama periode Januari sampai Maret 2022 tidak ada yang layak untuk dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena saya bukan mafia,” ujarnya.
Lin Che Wei menegaskan, dirinya tidak pernah bertindak seolah-olah sebagai pejabat yang mempunyai otoritas menerbitkan persetujuan ekspor sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Kapasitasnya, kata dia, hanya sebagai Tim Asistensi Menko Perekonomian yang menjadi mitra diskusi Menteri Perdagangan.
“Saya menolak untuk mendapatkan wewenang stick and carrot. Saya juga menolak untuk terlibat di dalam persetujuan ekspor,” ujarnya.
Selain itu, ia mengaku tak pernah mempromosikan diri maupun lembaga riset yang dipimpinya, IRAI, sebagai perusahaan yang memberikan jasa pengurusan izin ekspor kepada perusahaan sawit dan minyak goreng. Dia pun berdalih tidak pernah menawarkan jasa pengurusan persetujuan ekspor untuk Wilmar Group, Musim Mas Group dan Permata Hijau Group.
“Saya tidak pernah memberikan rekomendasi persetujuan ekspor CPO untuk pihak Wilmar, Musim Mas maupun Permata Hijau. Berdasarkan fakta persidangan dari pihak Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau Group, terbukti bahwa mereka tidak pernah mempunyai kontrak apapun dengan saya menyangkut pengurusan persetujuan ekspor,” kata dia.
Lin Che Wei juga mengatakan tidak pernah mengusulkan syarat persetujuan ekspor CPO untuk diubah dan dikembalikan seperti peraturan sebelumnya untuk memudahkan pelaku usaha.
Usulan untuk mengubah syarat persetujuan ekspor dalam Permendag 8 tahun 2022 agar dikembalikan ke Permendag 2 tahun 2022 berasal dari pelaku usaha, sebagai kesaksian Thomas Muksim dari Wilmar Group.
Lebih Jauh, Lin Che Wei juga membantah pernah mengusulkan agar realisasi distribusi domestic market obligation (DMO) sebagai syarat persetujuan ekspor CPO diganti dengan program Pledge (komitmen).
Menurut dia, JPU telah salah dengan mengasumsikan DMO minyak goreng identik dengan Program Darurat Migor yang dirancang untuk menggantikan program DMO minyak goreng.
“Kesalahan terbesar dari jaksa penuntut umum adalah menganggap saya mengusulkan agar perusahaan tidak melaksanakan realisasi distribusi DMO, dan syarat dari persetujuan ekspor dapat dilakukan hanya dengan melalui Pledge,” ujarnya.
“Kemendag tidak pernah menjadikan tabel pledge realisasi distribusi minyak goreng sebagai dasar dalam memberikan persetujuan ekspor, karena Kemendag memiliki data sendiri yang dilaporkan oleh pelaku usaha melalui sistem INATRADE. Sebagaimana dimaksud dalam Permendag 2 tahun 2022 dan Permendag 8 tahun 2022, untuk penerbitan persetujuan ekspor berdasarkan pada realisasi distribusi DMO minyak goreng, bukan berdasarkan pada pledge realisasi distribusi minyak goreng,” ujarnya menambahkan.
Dalam nota pembelaan, Lin Che Wei juga mempertanyakan tuduhan JPU bahwa apa yang telah dilakukannya telah menyebabakan kelangkaan minyak goreng. Sebab, klaom dia, berdasarkan keterangan sejumlah saksi termasuk ahli di persidangan, kelangkaan minyak goreng justru disebabkan peraturan harga eceran tertinggi (HET) yang tidak disertai perangkat aturan-aturan yang mendukung dan ekosistemnya.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Lima terdakwa dimaksud yakni ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negarsejumlRp12.312.053.298.925," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa waktu lalu.