Terdakwa Kasus Minyak Goreng Keberatan Dibebani Anggaran BLT Sebesar Rp 6 Triliun

Lin Che Wei
Sumber :
  • Kejaksaan Agung

VIVA Nasional – Sidang kasus dugaan korupsi izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah, di Pengadilan Tipikor Jakarta, kembali digelar, Selasa, 27 Desember 2022. Agenda persidangan hari ini, adalah pembacaan pembelaan atau pledoi dari lima terdakwa. 

Salah seorang terdakwa, Weibinanto Halimdjati atau Lin Che Wei, dalam pledoinya menyatakan keberatan dituntut bertanggung jawab mengganti uang pemerintah yang dikeluarkan untuk program Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2022, yang totalnya Rp 6.194.850.000.000. Pasalnya, kata dia, program tersebut adalah kewenangan presiden, yang tidak ada hubungannya dengan terdakwa. 

Tersangka Lin Che Wei digiring ke mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus ekspor CPO di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa 17 Mei 2022.

Photo :
  • Antara

Lin Che Wei yang merupakan mantan Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia itu, juga menyatakan keberatannya atas penghitungan kerugian negara atas kasus korupsi CPO, yang sebagiannya oleh Jaksa dituntut untuk dibebankan ke dirinya. 

Salah seorang penasihat hukum Lin Che Wei, Lelyana Santosa, usai persidangan, kepada awak media mengatakan metode analisis input-output yang digunakan untuk menghitung kerugian negara akibat ekspor CPO, tidaklah tepat. Sebab, penghitungan tersebut hanya menghitung biaya yang dikeluarkan atas ekspor CPO, tanpa mempertimbangkan keuntungan pemerintah dari ekspor CPO, antara lain berupa devisa dan pajak. 

Ilustrasi sidang di pengadilan.

Photo :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

"Perhitungan kerugian negara berdasarkan ahli yang diajukan jaksa, mereka memakai suatu teori yang namanya input-output. Hanya menghitung biaya yang dikeluarkan tanpa menghitung devisa yang masuk, uang yang masuk. Misal dengan adanya ekspor, ada bea masuk, pajak," kata Lelyana Santosa.

Krisis minyak goreng di Indonesia berlangsung sejak tahun lalu. Atas kondisi tersebut, pada awal tahun 2022, Menteri Perdagangan yang saat itu dijabat Muhammad Lutfi, mengundang Lin Che Wei untuk ikut membantu merumuskan kebijakan Domestik Market Obligation (DMO) dan Domestik Price Obligation (DPO), sebagai syarat ekspor, untuk menstabilkan pasokan minyak goreng di dalam negeri. 

Dari Kota Pariaman, 140 Ton Komoditas Pinang Diekspor ke India

Namun, setelah kebijakan tersebut diterapkan, krisis minyak goreng masih terjadi. Pemerintah akhirnya menggelontorkan bantuan untuk masyarakat melalui program BLT.  

Terdakwa lain yang juga membacakan pledoinya hari ini adalah Pierre Togar Sitanggang, mantan General Manager (GM) Bagian General Affair, dari salah satu perusahaan yang mendapatkan izin ekspor, yakni PT Musim Mas. 

KPK Tepis Politisasi di Kasus OTT Gubernur Bengkulu: Penyelidikan Sebelum Pendaftaran Cagub

Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Jakarta

Photo :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Penasihat Hukum terdakwa lain, Denny Kailimang, menyatakan keberatan yang serupa terkait BLT. Menurut Denny, tidak seharusnya Pierre Togar Sitanggang ikut menanggung anggaran BLT oleh pemerintah. 

Daftar Harga Pangan 25 November 2024: Bawang hingga Telur Ayam Naik

Denny Kailimang menyebut bahwa program tersebut antara lain adalah memberikan uang kepada kelompok masyarakat rentan, sebesar seratus ribu rupiah satu bulannya, untuk tiga bulan. Denny Kailimang menegaskan bahwa tidak mungkin masyarakat kelompok rentan membutuhkan minyak goreng senilai seratus ribu rupiah satu bulannya.

"Jadi tidak mungkin seratus ribu dibelikan untuk minyak goreng. Itu kan (program) untuk masyarakat miskin," ujarnya. 

Dia juga mengklaim, bahwa ekspor yang dilakukan oleh PT Musim Mas juga menghadirkan keuntungan untuk negara. Ekspor tersebut menurut Denny Kailimang telah menghasilkan devisa untuk negara, dan telah meningkatkan pertahanan negara dari inflasi. 

Kasus yang menimpa kliennya menurut Denny Kailimang sejatinya kasus administrasi, bukan kasus korupsi. Dia menganggap sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, permasalahan administrasi seharusnya diselesaikan melalui pencabutan izin, atau pelarangan usaha selama kurun waktu tertentu. Menurutnya, yang dituntutkan jaksa kepada kliennya berlebihan.  

Dalam sidang kali ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana, mantan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor serta mantan Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA, juga membacakan pembelaan mereka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya