Ketua Dewan Adat Suku di Papua: Kinerja KPK Masih Jauh dari Harapan
- ANTARA FOTO/Zabur Karuru
VIVA Nasional - Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka, tapi lembaga pimpinan Firli Bahuri itu masih jauh dari harapan. KPK diminta lebih berani terhadap Lukas.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Wilayah Tabi, Provinsi Papua, Daniel Toto. Dia meminta agar KPK segera melayangkan panggilan ketiga kepada orang nomor satu Papua tersebut. Selain itu, Lukas diminta agar dinonaktifkan dari semua kegiatan pemerintahan.
“Kinerja KPK masih jauh dari harapan. Walaupun Lukas Enembe sudah tersangka, dan sudah dua kali KPK panggil Lukas. Kalau tersangka itu, dia (Lukas Enembe) harus dinonaktifkan dari semua kegiatan-kegiatan pemerintahan walaupun (dugaan korupsinya) belum inkrah," kata Daniel, dalam keterangannya yang dikutip pada Senin, 26 Desember 2022.
Menurut dia, KPK mestinya bisa menerbitkan surat panggilan ketiga untuk Lukas. Ia bilang dengan membiarkan seorang pejabat daerah yang sudah jadi tersangka maka dirasa aneh. Apalagi, kata Daniel, status tersangka itu terkait kasus penyalahgunaan wewenang dan menyalahgunakan keuangan negara.
Daniel yang juga eks Anggota DPR Jayapura itu menyoroti pernyataan Mendagri Tito Karnavian soal Lukas masih sah jadi tersangka lantaran kasus hukumnya belum inkrah. Dia heran dengan pernyataan Tito.
"Ada apa dengan Mendagri lagi? Membiarkan orang yang sudah dianggap menyalahgunakan keuangan daerah termasuk dana Otsus, tapi dibiarkan?" jelas Daniel.
Dia bilang saat ini masyarakat Papua mengharapkan transparansi. Ia menaruh harapan agar KPK bisa optimal bekerja dan tidak tebang pilih.Â
"Banyak (oknum pejabat daerah) yang sudah meringkuk di tahanan. Terus kenapa yang ini (Lukas Enembe) masih melaksanakan tugas-tugas pemerintahan," tutur Daniel.
Pun, dia merasa khawatir jika Lukas tetap memimpin urusan pemerintahan di Papua. Kekhawatiran Daniel karena bisa saja Lukas mengerahkan jajaran di bawahnya untuk membantu dirinya. Bagi dia, hal itu tak boleh dibiarkan berlarut-larut.Â
"Jangan terus ke gubernur, bawahannya juga harus diperiksa karena ini satu mata rantai yang bekerja sama untuk bagaimana melakukan penggunaan anggaran secara sah atau tidak sah, ini satu mata rantai," ujarnya.