AKPB Arif Akui Beli Peti Mati Brigadir J Rp10 Juta Atas Perintah Agus Nurpatria

Arif Rachman Arifin terdakwa kasus obstruction of justice kematian Brigadir J
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Nasional - Mantan Wakaden B Biro Paminal Divisi Propam Polri, Arif Rachman mengaku dirinya membeli peti mati senilai Rp10 juta dari salah satu rumah sakit untuk Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Hal itu dilakukan Arif atas perintah dari atasannya yakni Agus Nurpatria.

6 Kasus Polisi Tembak Polisi di Indonesia, Ada yang Bikin Heboh Masyarakat

Demikian disampaikan Arif saat jadi saksi dalam sidang perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice dengan terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis 22 Desember 2022.

Awalnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya kepada Arif terkait peristiwa pada 8 Juli 2022. Kemudian, Arif langsung menjelaskan saat itu dirinya dihubungi Agus Nurpatria sekitar pukul 22.30 WIB setelah Brigadir J tewas.

Pernyataan Penutup Debat, Ahmad Luthfi Ingin Contoh Jenderal Hoegeng Bukan Ferdy Sambo

Dia menceritakan, Agus memerintahkan dirinya agar pergi ke RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur untuk melakukan pengamanan autopsi.

"Saya langsung berangkat ke rumah sakit," kata Arif di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 22 Desember 2022.

Intip Koleksi Mobil Ahmad Dofiri yang Jadi Wakapolri, Pernah Pecat Ferdy Sambo

Mantan Wakaden B Ropaminal Divpropam AKBP Arif Rachman Arifin

Photo :
  • VIVA/Zendy Pradana

Pun, begitu tiba di RS Polri, Arif mengaku dirinya bertemu dengan Kombes Susanto dan sejumlah anggota Provos. Tak hanya itu, di RS Polri, juga ada sejumlah penyidik.

Arif mengatakan awalnya tak tahu siapa yang diautopsi. Menurut dia, dirinya hanya diberitahu mayat yang diautopsi adalah anggota Brimob.

"Waktu itu hanya dikasih tahu anggota Polri, Brimob," tutur Arif.

Arif mengaku melihat ada empat luka tembak di mayat saat itu. Dia menyebut dokter yang lakukan autopsi menyebut luka tersebut sebagai luka masuk.

"Setelah dilakukan autopsi saksi dikasih hasilnya gimana?" tanya jaksa.

"Disampaikan 'kita sudah autopsi ini ditemukan ada satu anak peluru di dalam tubuh'. Terus dokter buat laporan sementara hasil autopsi," jelas Arif.

Selanjutnya, Arif mengetahui yang diautopsi adalah jenazah Brigadir J.

"Tahu setelah Pak Santo pamit buat ambil baju dinasnya almarhum di Duren Tiga, kasih tahu. Terus saya tanya ini ajudan siapa, 'Ini ajudan Pak Kadiv'," kata dia.

Kemudian, jaksa langsung bertanya apa lagi yang dilakukan Arif saat itu. Lalu, dia menjawab dirinya langsung melaporkan proses autopsi tersebut kepada Agus Nurpatria. Ia melaporkan hal tersebut melalui komunikasi lewat ponsel.

Lantas, Agus langsung menanyakan terkait peti jenazah untuk Brigadir J setelah selesai melakukan proses autopsi.

"Saksi hubungi?" tanya jaksa.

"Telepon jam 2-an (9 Juli dini hari). Saya lapor mohon 'Izin Bang untuk autopsi sudah selesai sekarang proses merapikan kembali organ tubuh almarhum'," kata Arif.

"Apa jawaban terdakwa Agus?" tanya jaksa.

"(Agus bertanya) 'Peti sudah ada belum?'. Saya bilang peti belum ada bang. (Dijawab) 'Coba carikan yang tersedia di rumah sakit," tuturnya.

"Kebetulan di ruang autopsi kamar jenazah dan saya tanya tersedia peti jenazah," lanjut Arif.

Agus Nurpatria

Photo :
  • tvOne/Muhammad Bagas

Jaksa pun bertanya kepada Arif perihal harga peti jenazah yang dibelinya. Arif menjawabnya bahwa harga peti tersebut senilai Rp10 Juta. "Kurang lebih Rp10 jutaan. Saya langsung serahkan ke rumah sakit," tuturnya.

Dia mengaku beristirahat setelah mengurus peti. Setelah itu, kata Arif, Agus memerintahkan dirinya mengantar peti jenazah Yosua ke bandara untuk diterbangkan ke Jambi. "Saya jam 6 sudah tinggalkan bandara balik ke rumah," ujar Arif.

Dalam perkara ini, Ferdy Sambo bersama-sama dengan Hendra Kurniawan, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria dan Irfan Widiyanto didakwa melakukan upaya merintangi penyidikan atau obstruction of justice dalam perkara pembunuhan Brigadir J. 

Atas perbuatannya, Ferdy Sambo bersama 6 orang tersebut didakwa sebagaimana dakwaan primair melanggar Pasal 49 jo. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidair, Pasal 48 jo. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Atau, dakwaan Kedua primair Pasal 233 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsidair Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya