Hasto: Pemimpin Tak Mungkin Muncul Tanpa Meniti Jalan Intelektual

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Nasional – Buku yang ditulis oleh 23 rektor dan guru besar berjudul “Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta” memberi pelajaran penting soal bagaimana mahasiswa dan anak muda Indonesia jangan berada di zona nyaman. Bahwa menjadi pemimpin dalam kehidupan itu takkan mungkin terjadi tanpa meniti jalan intelektual.

Implikasi Ketergantungan pada Kecerdasan Buatan terhadap Proses Pembelajaran

Hal itu diungkap Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dalam acara bedah buku itu dilaksanakan secara hybrid, dipisatkan di Universitas Terbuka Convention Center, Pamulang, Tangerang Selatan, Rabu, 21 Desember. Hasto Kristiyanto hadir bersama ratusan peserta bedah buku. Sebagai pembahas dalam bedah buku adalah Bonnie Triyana (sejarawan) dan Dr. Karjono (Wakil Ketua BPIP).

“Buku ini mengajarkan kita bahwa kita belajar menjadi pemimpin harus didasari oleh jalan intelektual. Tak ada pemimpin bangsa mendesaign masa depan diri dan bangsanya tanpa terlebih dahulu membaca buku, berdiakektika dalam alam pikir, membenturkan dengan persoalan bangsa, dan membangun daya imajinasi masa depan. Tradisi intelektual Soekarno-Hatta juga sama,” kata Hasto.

PDIP Tak Bantah Isu Jokowi Mau 'Obok-obok' Internal Partai Lewat Pelengseran Hasto

Lewat buku, keduanya mampu menghadapi jalan terjal dan berliku. Entah dipenjara atau dibuang. Kekuatannya berasal dari kemampuan melihat masa depan akibat pembelajaran mendalam atas sejarah bangsa, bagaimana dunia bergerak, lewat buku-buku.

Sejarah Radio di Indonesia Tertulis Abadi dalam Buku Radio Melintas Zaman

Pelajaran selanjutnya adalah soal falsafah merdeka belajar, bahwa mahasiswa dan anak muda Indonesia harus keluar dari menara gading intelektual yang elitis dan di awang-awang. Bahwa pendidikan harus dipastikan benar-benar membumi untuk menjawab persoalan yang dihadapi rakyat.

“Dengan buku ini, terbangun spirit agar kita membedah masalah hidup kita dengan ilmu. Kalau teman mahasiswa mampu galang ide, imajinasi, dan spirit, maka anda akan mampu merumuskan bagaimana masa depan diri sendiri, bangsa dan negara anda,” urai Hasto.

“Alangkah hebatnya jika kampus bisa menggembleng mahasiswanya agar kuasai iptek, karena itulah jalan terbaik bagi kemajuan bangsa. Tak ada jalan terbaik kemajuan bangsa tanpa mengusai iptek yang membumi,” kata Hasto.

Berikutnya, Hasto mengatakan buku ini mengajarkan mengenai dedication of life bagi bangsa dan negara. Dengan mempelajari Soekarno-Hatta, mahasiswa diharap bisa mentradisikan kepemimpinan intelektual dengan membaca buku, diskusi, percobaan ilmiah yang kokrit. 

“Sehingga lewat kampus, kita siapkan masa depan Indonesia Raya,” imbuh Hasto.

Hasto juga menyinggung soal filosofi merdeka belajar yang juga dibahas di buku itu. Menurutnya, pendidikan merdeka adalah intisari dari upaya panjang mengapa Indoenesia harus merdeka. Yakni bagaimana pendidikan pada ujungnya harus bisa membebaskan rakyat dari segala permasalahan.

Maka filosofi pendidikan merdeka adalah pendidikan yang membebaskan; yang mencerdaskan bangsa; sekaligus membebaskan bangsa dari konservatisme, dari kekolotan, dan dari kebodohan.

“Inti sari dari seluruh tulisan tentang filosofi merdeka belajar, Islam dan nasionalisme, gotong royong, kebudayaan membangun karakter bangsa, bagaimana membangun masa depan; itu semua berakar bahwa ilmu pengetahuan bagi para pendiri bangsa khususnya Bung Karno dan Bung Hatta, Itu dipakai untuk kemanusiaan,” ujar Hasto.

“Kalau perguruan tinggi tidak menggunakan seluruh privilage penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka ini akan di awang-awang. Maka pendidikan ini harus dibumikan dalam menyelesaikan seluruh persoalan rakyat dalam meraih masa depan,” pungkasnya.

Rektor Universitas Terbuka, Prof.Dr. Ojat Darojat menyatakan buku tersebut memberikan ruang pendalaman pembelajaran terhadap bagaimana supaya Pancasila sebagai ideologi negara, menjadi landasan hidup yang benar dapat dipertahankan dan diwariskan lintas generasi. 

“Oleh karena itu para rektor menganggap penting ada langkah yang dilakukan, terrmasuk dengan para rektor menuliskan gagasan dari berbagai perspektif dan jadi referensi penting dan warna sejarah perjalanan bangsa ke depan,” kata Ojat.

Menurutnya, buku itu juga sebagai upaya para rektor berbagi ilmu pengetahuan (knowledge sharing), referensi bagi kita agar dapat paham dan implementasikan nilai luhut bangsa, agar jadi ciri bangsa Indonesia membangun peradaban bangsa kita ke depan,” pungkas Ojat.

Sementara, Dr. Karjono berharap agar pengembangan iptek di Indonesia konsisten pada haluan ideologi Pancasila. Dia pun menitipkan pesan agar kalangan kampus untuk ikut kerja dan bisa bersatu. "Artinya kerja, keras, kerja, lebih keras dan kerja lebih keras lagi. Kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas. Dengan tuntas dan kerja prioritas, katanya.

Buku Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta ditulis oleh Fatah Sulaiman dkk. Editor buku setebal 224 halaman itu antara lain Ojat Darojat, Fatah Sulaiman, Nurhasan, Fathur Rokhman, Ganefri, dan Miftahil Ilmi.

Sementara penulisnya adalah 23 rektor dan guru besar yang tergabung dalam Asosiasi Rektor Merah Putih. Buku itu diterbitkan oleh Universitas Terbuka.

Hasto menuliskan epilog buku itu, sementara Megawati Soekarnoputti menuliskan prolognya. Sementara Mendikbudristek RI Nadiem Makariem menuliskan sambutannya di bagian awal buku.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya