Kriminolog Sebut Ada Aktor Intelektual dan Skenario dalam Pembunuhan Brigadir J
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Nasional - Ahli Kriminolog, Muhammad Mustofa, menyebut bahwa kasus tewasnya Brigadir Yosua benar merupakan perkara pembunuhan berencana.
Keterangan itu disampaikan Mustofa saat bersaksi dalam persidangan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf, dan Bharada Richard Eliezer di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 19 Desember 2022.
Skenario Ferdy Sambo
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum bertanya kepada Mustofa mengenai kasus kematian Brigadir Yosua. Dalam momen itu jaksa menerangkan sedikit tentang skenario yang dirancang oleh jenderal bintang dua yaitu Ferdy Sambo.
"Bisa saudara ahli jelaskan apakah perlakuan dari para terdakwa dalam hal ini menjadi terdakwa dapat dijelaskan apakah itu merupakan perencanaan atau bagaimana?" tanya jaksa.
Kasus Pembunuhan Berencana
Mustofa menyebut kasus Brigadir Yosua bisa disebut sebagai kasus pembunuhan berencana.
"Berdasarkan ilustrasi tadi dan juga berdasarkan kronologi yang diberikan oleh penyidik kepada saya, saya melihat di sana terjadi perencanaan," jawab Mustofa.
Terdapat Aktor Intelektual dan Skenario
Mustofa juga mengatakan, terdapat aktor intelektual di balik kematian Brigadir Yosua. Selain itu ada skenario yang sengaja dirancang sebelum mengeksekusi Brigadir Yosua di rumah Duren Tiga.
"Di dalam perencanaan pasti ada aktor intelektual yang paling berperan di dalam mengatur. Kemudian dia akan melakukan pembagian kerja, membuat skenario apa yang harus dilakukan oleh siapa," kata Mustofa.
"Mulai dari eksekusi sampai tindak lanjut setelah itu agar supaya peristiwa tidak terlihat teridentifikasi sebagai suatu pembunuhan berencana," sambungnya.
Sidang Hadirkan 5 Saksi Ahli
Sebagai informasi, Sidang lanjutan pembunuhan berencana Brigadir Yosua kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 19 Desember 2022. Sidang tersebut menghadirkan 5 orang saksi ahli termasuk Kriminologi.
Ahli Kriminologi, Muhammad Mustofa, mengatakan pelecehan seksual yang disebut-sebut sebagai motif pembunuhan berencana Brigadir Yosua tidak bisa bisa dikatakan sebagai motif jika tidak ada bukti yang jelas.
Mulanya, Jaksa Penuntut Umum bertanya kepada Mustofa soal motif pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Mustofa menjawab keterangan dari Putri Candrawathi belum cukup menjadi bukti.
"Bisa gak pelecehan seksual itu jadi motif dalam perkara ini, yang utama?" tanya Jaksa.
"Bisa sepanjang dicukupi dengan bukti-bukti. Karena dari kronologi yang ada adalah hanya pengakuan dari nyonya FS," jawab Mustofa.
"Kalau dari waktu?" tanya lagi oleh Jaksa.
"Dari waktu juga barang kali terlalu jauh," jawab Mustofa.
Mustofa menambahkan bahwa satu barang bukti saja tidak cukup dan harus menyertai hasil visum. Ahli Kriminolog itu juga menyebut Putri Candrawathi tidak melakukan visum.
Seharusnya, kata Mustofa, visum tersebut wajib dilakukan agar jika membuat laporan kepada polisi memiliki bukti yang cukup kuat.
"Satu barang bukti tidak cukup, dan harus ada visum. Dan tindakan itu tidak dilakukan, meminta kepada Putri untuk melakukan visum, agar kalau melapor ke polisi alat buktinya cukup," kata Mustofa.
Lalu, Jaksa kembali mempertegas keterangan dari ahli Kriminolog itu soal motif pembunuhan Brigadir Yosua.
"Artinya kalau tidak ada bukti tidak bisa jadi motif?" tegas Jaksa.
"Tidak bisa, gak bisa," jawab Mustofa.