Polri: Berkas Perkara Ismail Bolong Segera Dilimpahkan ke Jaksa
- istimewa
VIVA Nasional – Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menyampaikan perkembangan terbaru soal kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur.Â
Jenderal bintang dua itu mengatakan proses pemberkasan dari ketiga tersangka tambang ilegal yaitu Ismail Bolong (IB), Budi (BP) dan Rinto (RP) telah diselesaikan oleh tim penyidik.
"Dari penyidikan terakhir bahwa saat ini fokus penyidik pemberkasan kepada tiga tersangka dan fokus penyidik juga selesai," ujar Dedi kepada wartawan, Sabtu 17 Desember 2022.
Dedi menambahkan bahwa pemberkasan ketiga tersangka tersebut akan segera dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).Â
"Pemberkasan segera juga akan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum," kata Dedi.
Sebagai informasi, Bareskrim Polri mengungkap peran Ismail Bolong dan dua orang tersangka lainnya dalam kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur.Â
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Mabes Polri, Kombes Pol Nurul Azizah menjelaskan Ismail Bolong (IB) berperan mengatur kegiatan pertambangan ilegal di lingkungan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) milik PT Santan Batubara (SB).
"IB berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain dan menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan Kegiatan penambangan," ujar Nurul dalam keterangannya, Kamis 8 Desember 2022.
Adapun dua orang tersangka lainnya yaitu Rinto (RP) berperan sebagai pemegang kuasa Direktur PT Energindo Mitra Pratama (EMP). Sama dengan Ismail Bolong, Rinto juga berperan mengatur aktivitas tambang ilegal.
"RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP," kata Nurul.
Tersangka terakhir, lanjut Nurul, yaitu Budi (BP) disebut berperan menjadi penambang batu bara tanpa izin alias ilegal.Â
Atas perbuatannya, Ismail Bolong dan dua orang lainnya dijerat dengan Pasal 158 dan pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP. "Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar," tuturnya.