KPK Usul Daerah Seperti Papua Tak Gelar Pilkada, Kepala Daerah Ditunjuk Pusat
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
VIVA Nasional – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengatakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) belum mampu menghasilkan pemimpin yang berintegritas dan kapabilitas, karena masih terdapat kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi.Â
Alex bahkan menyarankan sejumlah daerah, terutama Papua, untuk tidak menyelenggarakan pilkada langsung.Â
Menurutnya, pada tahun 2024 mendatang, Indonesia akan melaksanakan pilkada, pemilihan legislatif, dan pemilihan presiden. Pihaknya sudah memperingatkan KPU, Bawaslu dalam penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) untuk bersih dari tindak korupsi.
"Kita melihat itu pilkada juga belum mampu menghasilkan Kepala Daerah yang berintegritas dan punya kapabilitas ini faktanya. Ini tantangan kita baik sekalian terkait dengan penyelenggaraan Pemilu ke depan, apakah akan begini-begini terus?" kata Alexander dalam acara puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) Kementerian Keuangan Tahun 2022, Selasa 13 Desember 2022.
Sementara terkait upaya mencegah korupsi pada pemilu mendatang, KPK telah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, DPR, hingga ketua partai politik.Â
Dalam diskusi itu, KPK menanyakan apa yang menyebabkan seorang kepala daerah melakukan korupsi hingga pembangunan daerah yang dipimpinnya tidak memberikan kesejahteraan masyarakat.
Dari situ juga diperoleh masukan bahwa sejumlah daerah lebih efisien jika kepala daerah tidak dilaksanakan melalui pemilu. Melainkan kepala daerah ditunjuk langsung oleh pusat.
"Bapak Ibu bisa bayangkan di Papua sana Saya ambil contoh saja, dan saya yakin banyak di daerah yang lain jauh lebih efektif lebih efisien. Ketika kepala daerah di daerah-daerah yang belum siap masyarakatnya untuk pilkada langsung itu kalau kepala daerah yaitu ditunjuk langsung," jelasnya.
Dia menuturkan berdasarkan peta persoalan di wilayah timur atau Papua permasalahan utamanya ada pada gizi buruk, pendidikan rendah, hingga fasilitas kesehatan yang tidak memadai.
"Kita punya peta persoalan itu, tinggal tunjuk saja manajer yang baik gaji tiap bulan Rp 500 juta, enggak perform 1 tahun ganti dan dipecat selesai. Kalau sekarang nggak, nunggu diganti, 5 tahun waktunya habis. Sialnya nanti dia kepilih lagi, 10 tahun duit habis, masyarakat enggak tambah sejahtera," tegasnya