Ditangkap KPK, Bupati Bangkalan Diduga Terima Suap Rp 5,3 Miliar
- ANtara
VIVA Nasional – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebutkan bahwa Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron (RALAI) diduga menerima uang suap terkait jual beli jabatan di pemerintahannya dengan total Rp 5,3 miliar.
Firli Bahuri menjelaskan bahwa Abdul Latif selain suap jual beli jabatan, Bupati Bangkalan itu diduga mengutip fee dari sejumlah proyek di lingkungan Pemkab Bangkalan, Jawa Timur.
"Turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh dinas di Pemkab Bangkalan dengan penentuan besaran fee sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek,” kata Firli dalam jumpa pers, Kamis 8 Desember 2022 dini hari.
Kemudian, Firli juga menjelaskan bahwa Bupati Bangkalan itu menggunakan uang suap sebesar Rp5,3 miliar untuk keperluan pribadi, salah satunya untuk survei elektabilitas.
"Penggunaan uang-uang yang diterima oleh RALAI (Raden Abdul Latif Amin Imron) tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, di antaranya untuk survei elektabilitas," tandas dia.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, Abdul Latif diduga mematok tarif yang bervariasi mulai dari Rp50 hingga 150 juta terkait perkara tersebut.
"Untuk dugaan besaran nilai komitmen fee tersebut dipatok mulai dari Rp50 juta sampai dengan Rp150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan dari tersangka RALAI," kata Firli Kamis dini hari.
Selain menahan Raden Abdul Latif Amin Imron, KPK juga menahan 5 tersangka lainnya.
Adapun kelima tersangka tersebut yakni, kepala dinas di Pemkab Bangkalan, yakni Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Agus Eka Leandy, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Wildan Yulianto, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili, serta Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat.
Dalam kasus ini, Agus Eka Leandy, Wildan Yulianto, Achmad Mustaqim, Hosin Jamili, dan Salman Hidayat dijerat sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ra Latif sebagai penerima dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.