Pengamat Terorisme Sebut Alasan Residivis Teroris Kembali Beraksi

Bom Meledak di Astana Anyar Bandung
Sumber :
  • Foto AP/Ahmad Fauzan

VIVA Nasional – Pengamat terorisme, Ardi Putra Prasetya menyampaikan latar belakang yang mendasari residivis teroris kerap kembali melancarkan aksi. Menurutnya banyak pelaku terorisme menganggap hukuman di lembaga pemasyarakatan adalah bagian dari perjuangan suci.

“Disisi lain regulasi yang mengatur pemidanaan pelaku teror, UU No 5 tahun 2018 hanya mengatur tindak pidana terorisme berdasarkan perbuatannya, bukan ideologi pro kekerasannya,” ujar Ardi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu 7 Desember 2022.

Pengamat terorisme, Ardi Putra Prasetya

Photo :
  • Istimewa

Maka, lanjutnya, tak heran jika banyak mantan napi terorisme yang kembali ke masyarakat, namun masih memegang teguh ideologis ekstremisme berbasis kekerasan tersebut.

Misalnya saja pada kasus bom bunuh diri yang baru saja terjadi di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, diketahui menurut laporan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa pelaku merupakan mantan napi terorisme.

Pelaku yang berusia 35 tahun itu pernah ditangkap karena peristiwa bom Cicendo dan sempat dihukum 4 tahun, kemudian tahun 2021 pelaku dibebaskan.

Ardi menyampaikan, di dunia terdapat dua pendekatan yang umum digunakan untuk menghentikan seseorang dari pengaruh terorisme, yaitu deradikalisasi dan disengagement (pelepasan).

“Deradikalisasi fokus pada mengubah pemikirannya, sementera disengagement fokus pada social setting yang berimplikasi pada perubahan perilakunya,” paparnya

Profil Komjen Ahmad Dofiri, Wakapolri Baru Pengganti Agus Andrianto: Orang yang Sikat Ferdy Sambo

Lebih lanjut, Ardi menyampaikan bahwa terdapat tiga indikator untuk melihat apakah seseorang sudah terbebas dari pengaruh terorisme atau belum.

Respons Kapolri soal Gibran Dorong UU Khusus untuk Lindungi Guru dari Kekerasan

“Pertama memuat parameter kebutuhan dasar (needs), narasi dan jaringannya (networks). Kedua adalah kanal inti yang terdiri atas keluarga, introspeksi diri, kedewasaan, aktivitas ekonomi dan efek jera. Ketiga terdiri atas Kepercayaan terhadap hukum, integrasi, relasi sosial dan peluang-peluang situasional,” jelasnya

Ketika faktor tersebut belum tersentuh dengan baik, sambungnya, maka besar kemungkinan pelaku terorisme akan melakukan kembali aksi teror.

Pria yang Gorok Wanita Hamil di Palembang Ditangkap, Begini Pengakuannya

Bom Meledak di Astana Anyar Bandung

Photo :
  • AP Photo/Kholid Parmawinata

“Cepat atau lambat, hanya persoalan waktu dan peristiwa-katalis yang membangkitkan semangat aksi terornya,” sebut Ardi

“Sekilas jika kita lihat, pelaku bom Polsek Astana Anyar hari ini, masih belum selesai dengan faktor-faktor tersebut. Secara kasat mata, faktor Narasi ideologis masih dimiliki oleh pelaku,” sambungnya

Ardi berharap peristiwa ini menjadi titik balik untuk lebih aware terhadap terorisme. Khususnya kepada aparat penegak hukum, ia berpesan agar lebih memperkuat keamanan wilayah, karena dikhawatirkan peristiwa semacam ini dapat menjadi detonasi terjadinya aksi serupa di wilayah lain.

Terakhir, ia berpesan kepada masyarakat peristiwa bom Astana Anyar menunjukkan bahwa terorisme adalah fenomena nyata di tanah Air. Kejahatan ini bukan sekedar konspirasi dan buatan aparat, melainkan permasalahan sosial yang selalu ada dalam setiap era.

  
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya