UMK Kota Bandung 2023 Naik 9,65 Persen
- VIVA.co.id/ Adi Suparman (Bandung)
VIVA Nasional – Sembilan serikat buruh Kota Bandung menuntut tiga faktor kenaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dari 7,25 persen menjadi 10 persen pada Kamis, 1 Desember 2022 di depan gerbang Balai Kota Bandung.
Pada audiensi itu, Wali Kota Bandung Yana Mulyana memaparkan hasil perhitungan bersama bahwa disepakati kenaikan UMK sebesar 9,65 persen.
"Setelah saya lihat di Permenaker Nomor 18 Tahun 2022, angka-angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang digunakan adalah dua tahun ke belakang," ujar Yana, Jumat, 2 Desember 2022.
Menurutnya, Pemkot juga harus melihat fakta teraktual yaitu inflasi 2021 sekitar 6,12 persen, sedangkan inflasi 2022 diasumsikan mencapai 8 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi 2021 sebanyak 3,76 persen. Asumsi pertumbuhan ekonomi Kota Bandung pada 2022 di angka 5,5 persen.
"Hasil dari perhitungan adalah 9,65 persen. Rasanya tidak fair juga kalau kita pakai inflasi 2021 karena kenaikan BBM dan kondisi Covid di 2022," ujarnya.
Menurutnya, angka ini sudah paling moderat dan rasional. Ia berharap angka ini menjadi keputusan terbaik yang bisa dipertanggungjawabkan bersama.
"Ini angka rasionalnya. Angka ini keluar karena dasar hitungan. Hanya angka acuannya diubah karena tidak fair kalau kita pakai angka 2021 di tahun 2022 karena faktor kenaikan BBM dan Covid," ujarnya.
Hasil ini pun disepakati bersama dengan para pimpinan ketua serikat buruh dan pekerja Kota Bandung.
Koordinator Pimpinan Aksi sekaligus Ketua SBSI ’92, Hermawan mengaku telah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menahan angka UMK sebelumnya agar bisa direvisi.
"Alhamdulillah ini sudah menjadi keputusan terbaik. Kita juga sudah berkoordinasi dengan Pemprov untuk menahan putusan UMK dan menunggu hasil revisi yang sekarang," kata Hermawan.
Sebelumnya, ia memaparkan tiga tuntutan faktor kenaikan UMK, di antaranya faktor historis, sosiologis, dan yuridis.
"Faktor historis ini, kami sudah dua kali mengirim surat kepada Wali Kota Bandung, tapi diabaikan. Hanya diterima kepala dinas. Kita ingin difasilitasi ketemu Wali Kota," ujar Hermawan.Â
Lalu tuntutan kedua, faktor sosiologis. Bagi dia, penetapan upah harus memperhatikan kondisi lingkungan masyarakat daerah sekitar. Tuntutan ketiga adalah faktor yuridis. Peraturan mengenai kenaikan UMK ini hanya bisa ditandatangani gubernur atas rekomendasi pemerintah.Â