Jaksa Ragukan Waktu Penerbitan Surat Perintah Penyelidikan Kasus Brigadir Yosua

Radite Hernawan selaku Wakil Kepala Detasemen C Biro Paminal Divisi Propam Polri
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Yeni Lestari

VIVA Nasional – Jaksa Penuntut Umum (JPU) meragukan waktu diterbitkannya surat perintah (sprin) dari Biro Paminal Divisi Propam Polri, terkait dengan penyelidikan peristiwa penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Surat perintah itu ditunjukkan penasihat hukum terdakwa Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat di depan saksi Radite Hernawa selaku Wakil Kepala Detasemen C Biro Paminal Divisi Propam Polri dan majelis hakim, di ruang sidang  Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 1 Desember 2022.

"Kami penuntut umum agak meragukan surat perintah penyelidikan yang diperlihatkan oleh penasihat hukum terdakwa," ujar jaksa penuntut umum (JPU).

"Itu tidak ditanyakan ke dia. Tidak serta-merta kemudian itu sudah betul atau tidak, nanti kalau saatnya ada yang menjadi saksi di sini, yang tanda tangani itu kita tanyakan itu, kalau enggak munculnya pendapat," kata hakim menjawab keraguan jaksa.

Eks Karo Paminal Propam Polri, Hendra Kurniawan.

Photo :
  • VIVA/ Rahmat Fatahillah Ilham.

"Siapa yang tanda tangan di situ, nanti kita tanya. Kan dia sudah menjadi saksi," kata hakim melanjutkan.

Keraguan soal waktu diterbitkannya surat perintah (sprin) penyelidikan kasus tewasnya Brigadir Yosua itu kembali dibahas jaksa dengan membandingkan jam kerja di Biro Paminal Divisi Propam Polri.

"Bukan mengenai suratnya, mengenai kebiasaan jam kerja surat menyurat itu yang kami tanyakan saksi ini di Biro Paminal menyangkut surat menyurat. Jam kerja sampai jam berapa, karena surat tadi tanggal 8 Juli, sementara kejadian tanggal 8 Juli di BAP terdakwa HK itu dia jam 5. Jam kerja di Biro Paminal itu jam berapa terkait surat menyurat?" tanya jaksa ke Radite. 

Brigjen Hendra Kurniawan,

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Kalau surat menyurat sesuai ketentuan dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore," ujar Radite.

"Jam kerja sampai jam 3 atau jam 5? Jam kerja sampai jam berapa?" tanya hakim ke Radite.

Radite menjelaskan jam kerja di Biro Paminal Divisi Propam Polri termasuk pengurusan surat menyurat dimulai pukul 07.00 WIB selepas apel pagi hingga pukul 15.00 WIB. Kendati begitu, pengurusan surat tetap bisa dilakukan di luar jam tersebut terlebih jika ada arahan pimpinan. 

"Kalau sesuai aturan dari jam 7 setelah apel sampai jam 3 sore. Tapi seperti kami yang operasional tidak mungkin akan melakukan hal seperti itu," jawab Radite.

"Menerima surat sampai jam 3? Kalau lebih tidak diterima?" tanya hakim.

"Situasi pimpinan," jelas Radite.

Jaksa kemudian memperjelas kembali jawaban dari Radite terkait dengan proses surat menyurat mengenai satu peristiwa di Biro Paminal Divisi Propam Polri.

"Tadi kamu bilang, bahwa jam administrasi sampai jam sekian bahwa seakan-akan ada surat ilegal. Dalam kebiasaan ketika terjadi peristiwa di atas jam 3 sore diperlukan berarti harus tunggu besoknya?" tanya jaksa ke Radite.

"Tidak," jawab Radite.

"Malam boleh?" tanya jaksa lagi 

"Boleh, kami sampaikan," ungkap Radite.

"Mengenai administrasi jam 3 itu kalau ada yang nyerahin surat, disuruh kembali lagi?" tanya jaksa.

"Tidak, karena kan ada piket," tutur Radite.

"Jadi artinya secara teori jam kerja administrasi jam sekian sampai jam sekian, tapi praktiknya enggak demikian?" kata jaksa kembali menegaskan.

"Iya," kata Radite.

Terdakwa Hendra Kurniawan kemudian memberikan tanggapan atas surat perintah penyelidikan yang berkaitan dengan jam kerja di Biro Paminal Divisi Propam Polri. 

Menurut Hendra, saat surat itu dibuat memang tidak ada staf yang tengah berjaga. Namun ada staf tugas operasional yang bekerja sehingga surat tersebut dapat diterbitkan, terkhusus dalam hal ini ada perintah dari Ferdy Sambo, yang saat itu merupakan Kadiv Propam Polri.

"Terkait masalah jam kerja, jam 15.00 WIB tadi. Itu memang staf sudah pulang tapi yang tugas operasional itu semuanya tanggung jawab ketika ada tugas. Itu melaksanakan, tidak melihat waktu dan tidak ada surat, jadi langsung mengajukan dan sifatnya langsung karena dari Kadiv Propam," ujar Hendra. 

Diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan kasus perintangan penyidikan tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Terdapat tiga terdakwa yang menjalani sidang hari ini, yakni Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria dan Baiquni Wibowo.

Terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria didakwa melakukan perintangan penyidikan dengan merusak CCTV terkait dengan peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua. Perbuatan itu dilakukan Hendra dan Agus bersama empat orang lainnya yakni Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Irfan Widyanto dan Arif Rachman Arifin.

Terdakwa Ike Farida Dituntut 1,5 Tahun Bui soal Dugaan Sumpah Palsu

Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 233 KUHP dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Intip Koleksi Mobil Ahmad Dofiri yang Jadi Wakapolri, Pernah Pecat Ferdy Sambo
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar

Kejagung Bantah Kriminalisasi Jaksa Jovi di Tapsel: Seolah-olah Dia Pendekar Hukum dan Kebenaran

Status jaksa Jovi Andrea Bachtiar saat ini terseret dalam kasus Undang-Undang ITE sebagai tersangka.

img_title
VIVA.co.id
15 November 2024