Ridwan Soplanit Ngaku Takut Dicopot Jabatannya Sama Ferdy Sambo
- Youtube
VIVA Nasional – Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, Ridwan Soplanit mengatakan bahwa dirinya takut jika harus dicopot jabatannya oleh Ferdy Sambo jika tidak mengikutin perintahnya.
Hal tersebut diungkap Ridwan saat dirinya menjadi salah satu saksi kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa 29 November 2022.
Ridwan menjelaskan, saat itu bermula saat dirinya diminta untuk membuatkan berita acara interogasi (BAI) untuk Putri Candrawathi. Sambo mengarahkan kasus seolah-olah ada pelecehan seksual terhadap Putri oleh Brigadir J.
"Kemudian saya panggil untuk masalah pelecehan saya panggil Kanit PPA saya, kemudian saya panggil beberapa penyidik saya untuk berbicara terkait dengan kronologis yang dibawa oleh AKBP Arif saat itu," ujar Ridwan di PN Jakarta Selatan.
Lantas, Ridwan langsung menghampiri Kapolres Jakarta Selatan yang saat itu dijabat oleh Kombes Pol Budhi Herdi Susianto untuk melaporkan apa yang telah diperintah oleh Ferdy Sambo.
"Kemudian saya sampaikan kepada Kapolres saat itu, saya sampaikan ‘mohon izin komandan, ini ada AKBP Arif diperintahkan Pak FS untuk buat BAI karena Bu Putri saat itu kondisinya belum bisa ke Polres karena alasannya saat itu lagi trauma, akhirnya didatangi oleh AKBP Arif terkait dengan lembaran kronologis tersebut,” ucap Ridwan.
“Kemudian dibuatkan BAI saat itu, dan BAI itu langsung malam setelah satu jam kita diperintahkan Kapolres kita ke Saguling untuk membawa BAI tersebut ke Saguling,” sambung dia.
Lalu, Majelis Hakim pun bertanya kepada Soplanit, apakah Kapolres Metro Jakarta Selatan pada saat itu hanya diam mendengarkan penjelasaan terkait permintaan pembuataan BAI. Padahal, saat itu tidak ada Putri Candrawathinya langsung.
"Saat itu dibuat di Polres Jaksel, tanpa kehadiran Bu Putri? hanya mendengarkan penjelasan Arif?” tanya Hakim.
“Kronologisnya yang dibawa. Yang AKBP Arif sampaikan bahwa itu kronologis dari Bu Putri yang disampaikan kepada beliau,” beber Ridwan.
“Wajar ga begitu?” tanya Hakim.
“Untuk itu saya menyampaikan ke Kapolres untuk hal tersebut,” jawab Ridwan.
Kemudian, hakim kembali mencecar terkait kewajaran dalam proses pembuatan BAI tanpa adanya korban.
"Ya wajar ga BAI dibuat tanpa kehadiran orangnya?” Hakim menegaskan.
“Tidak wajar yang mulia,” dijawab Ridwan.
“Saat itu saudara bisa menolak?”
“Saat itu saya tidak merespons, saya bilang itu ibaratnya berdialog dengan penyidik terkait dengan masalah pembuatan BAI itu berdasarkan kronologis. Kemudiam dari kronologis itu memunculkan pertanyaan terkait dengan kronologis yang dibuat,” kata Ridwan.
Kemudian, setelah itu, ternyata Kombes Budhi Herdu tetap mengiyakan apa yang telah disuruh Ferdy Sambo.
"Kapolres izinkan?”
“Kapolres saat itu ada di ruangan saya dan tetap melibat proses itu berjalan,” kata Ridwan.
-“Ya maksudnya proses BAI diizinkan ga?”
“Ya saat itu Kapolres mengiyakan karena saat Kapolres datang ke ruang saya, dan melihat prosesnya berjalan kemidoan sempat menanyakan kembali dan saya menjelaskan bahwa ini berdasarkan kronologis saja yang disalin,” ujarnya.
“Maksudnya saudara sebagai kasat, dan saudara Arif datang mewakili PC. Nah itu suatu ga lazim dan jelas di luar prosedur. Kenapa anggota saudara langsung buatkan padahal saudara jelas katakan menolak?” tanya hakim.
“Ya saat itu Pak Arif sampaikam bahwa ini perintah Pak FS. Kemudian saya dengarkan seperti itu, saya juga laporkan ke pimpinan saya,” kata Ridwan.
“Enggak, sauadara kan sempat menolak, saudara melaporkan pimpinan, tetapi anggota saudara tetap kerjakan. Artinya enggak sinkron. Seberapa besar ketakutan anggota saudara sama saudara FS saat itu?”
“Ya saat itu Pak FS sebagai Kadiv Propam,” kata Ridwan.
Kemudian, Hakim pun masih belum bisa menerima terkait pernyataan dari Soplanit. Pasalnya, ia menegaskan pada saat proses BAI tersebut tetap dijalankan, bagaimana perasaan yang diembang Kapolres Metro Jakarta Selatan.
"Coba gambarkan, kenapa itu di luar prosesur tetap dijalankan? Apa sih yang dirasakan oleh Polres Jaksel saat itu?” ucap hakim
“Ya karena kita berhadapan dengan seorang Kadiv Propam yang mulia, dan kita melihat memang dari awal di TKP kan perangkat dari Propam juga mereka sudah ada di situ, sehingga memang yang kita bayangkan kota dalam pengawasan Kadiv Propam Mabes,” ujarnya.
“Terburuknya, kalau sausara sempat nolak apasih selajn dicopot?” kata hakim
“Dicopot yang mulia,” pungkas Ridwan.
Sebelumnya diberitakan, Ridwan Soplanit mengatakan saat itu dirinya pergi ke rumah Ferdy Sambo yang berada di Jalan Saguling III untuk mengantar BAI Putri Candrawathi. Selain Ridwan, Kapolres Jakarta Selatan saat itu Kombes Budhi Herdi, serta Kanit I Satreskrim Polres Jaksel AKP Rifaizal Samual dan penyidik Jaksel juga ikut ke Rumah Sambo.
"Setelah saya laporkan kepada kapolres, proses itu tetap berjalan kemudian saat itu kita langsung mengantarkan ke rumah saguling hasil daripada pembuatan BAP, saya ikut, Kapolres ikut, Kanit ikut, penyidik ikut," kata Ridwan di ruang sidang.
Ridwan mengatakan, sesampainya di sana, pihaknya bertemu dengan Ferdy Sambo. Saat itu, kata Ridwan, Putri Candrawathi tak dapat menemui langsung tim penyidik.
"Kemudian kita menyampaikan BAI tersebut dan FS menyampaikan Ibu tidak bisa ketemu langsung nanti saya naik dulu ke lantai atas dulu saat itu untuk melakukan cross check dengan Ibu Putri," ucap Ridwan.
"Kemudian kita tunggu 1,5 jam hampir 2 jam, kemudian Pak FS turun menyampaikan bahwa sudah sesuai dan saat itu proses berjalan tanda tangan dan sebagainya," sambungnya.
Kemudian, lanjut Ridwan, Ferdy Sambo sempat meminta beberapa keterangan untuk tidak dimasukkan dalam BAI. Ridwan pun menyanggupi itu dan kronologi pun selesai dibuat dan dikoreksi sesuai yang disampaikan Putri Candrawathi.
"Habis koreksi itu kita melihat laporannya dan saat itu sudah fix bahwa sesuai yang disampaikan kronologis tersebut yang disampaikan PC," kata Ridwan.
Mendengar hal tersebut, majelis hakim merasa kaget serta takjub saat mengetahui laporan perkara pembunuhan berencana dan dugaan pelecehan seksual dibuat berdasarkan pesanan Kadiv Propam.
"Luar biasa sekali ini perkara pembunuhan laporan polisi berita acara interogasi dibuat berdasarkan pesanan seperti itu," kata hakim.