Kampus UIN Padang Digoyang Isu Kasus Kekerasan Seksual
- U-Report
VIVA Nasional - UIN Padang, Sumatera Barat, digoyang isu kasus kekerasan seksual. Mencuatnya persoalan ini bermula ketika ratusan mahasiswa melakukan unjuk rasa pada Rabu, 23 November 2022, di depan Gedung Rektorat.
Massa Ajukan Berbagai Tuntutan, Salah Satunya Soal Kekerasan Seksual
Aksi massa yang berdemonstrasi lalu mengajukan berbagai tuntutan. Salah satunya, tentang laporan adanya dugaan kekerasan seksual di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Padang, Sumbar, tersebut.
Laporan Mahasiswi yang Mengalami Pelecehan Seksual oleh Oknum Dosen
Ulva Salsabilah yang merupakan Menteri Advokasi Hukum dan HAM Dema UIN IB Padang saat itu menyampaikan bahwa pihaknya menerima banyak informasi dan laporan mahasiswi yang mengalami pelecehan seksual oleh oknum dosen.
Berbagai Modus
Setidaknya, kata Ulva, ada tiga orang yang sudah mengantongi alat bukti. Bentuk pelecehan yang diterima berupa menyentuh tubuh tanpa izin, tidak hanya di kelas tapi juga memanfaatkan momen ketika bimbingan skripsi di luar kampus dan ada juga dengan cara mengajak karaokean dan berenang. Akibat relasi kuasa tersebut akhirnya membuat korban diam.
Sampai ke LBH Padang
Isu dugaan kekerasan seksual ini pun sampai ke meja Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang. Penanggung jawab isu minoritas rentan LBH Padang, Decthree Ranti Putri, menyebut hingga kini pihaknya masih belum menerima laporan resmi dari para korban.
"Belum, kita masih mengupayakan advokasi ke korban," kata Decthree Ranti Putri, Jumat, 25 November 2022.
Sulit Diungkap karena Menganggap Sebagai Aib
Decthree Ranti Putri mengatakan dalam kasus kekerasan seksual, paradigma yang berlaku masih menganggap kejahatan seksual merupakan aib bagi korban dan adanya relasi kuasa yang semakin melanggengkan kekerasan seksual terus terjadi, menyebabkan kasus ini kadang sulit diungkap.
Tak Punya Bukti Otentik
Terlebih lagi kata Ranti Putri, korban tidak mampu menghadirkan bukti otentik lainnya. Namun demikian, hal ini tidak boleh dibiarkan saja karena semakin membuat predator seksual semakin meningkatkan eskalasi kekerasan seksualnya.
"Bisa saja semula melakukan pelecehan seksual namun juga bisa meningkat ke pencabulan dan juga perkosaan," ujar Ranti Putri.
Ranti Putri melanjutkan, kampus seharusnya pro aktif untuk melakukan investigasi dan pemantauan atas informasi yang disampaikan tersebut (dugaan kekerasan seksual). Bahkan, perlu disikapi segera dan bukan hanya menunggu laporan saja dari mahasiswa.
Kampus Seharusnya Pro Aktif
Kampus kata Ranti Putri, bisa membuka kanal pengaduan agar mempermudah pelaporan korban. Dengan catatan, tetap menjaga kerahasiaan dan melindungi korban dari serangan balik pelaku dan kemudian melakukan proses etik di tingkat kampus terhadap pelaku.
"Kampus UIN IB juga harus segera berbenah. Membuat regulasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dikampus sehingga dapat menjamin ruang aman bebas dari kekerasan seksual. Ketidakberdayaan korban dalam pembuktian seharusnya tidak menjadi penghalang penegakan hukum kekerasan seksual dilingkup kampus," kata Ranti Putri.
Lebih lanjut Ranti Putri menjelaskan, UIN IB juga mesti mengimplementasikan Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang mengamanahkan untuk setiap kampus segera membentuk Satuan Petugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) untuk mewujudkan kampus yang merdeka dari kekerasan seksual.
"Satgas PPKS harus mampu mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual dilingkungan kampus yang sangat sarat akan relasi kuasa. Penjatuhan sanksi secara internal kepada pelaku di kampus dapat menekan angka kekerasan seksual yang terjadi," kata Ranti Putri lagi.
Hingga kini, masih belum ada keterangan resmi dari otoritas Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Padang, terkait dengan isu kasus dugaan kekerasan seksual ini.