Gempa Cianjur Diduga dari Sesar Cimandiri, Begini Tanggapan Pakar Gempa ITB

Rumah warga rusak berat terdampak gempa magnitudo 5,6 di Cianjur Jawa Barat
Sumber :
  • AP Photo/Tatan Syuflana

VIVA Nasional – Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Irwan Meilano, ST MSc memberikan penjelasan tentang Sesar Cimandiri yang disebut menjadi pemicu gempa berkekuatan 5.6 SR yang mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin 21 November 2022 siang.   

Gunung Kerinci Alami Gempa 1.884 Kali, Berpotensi Tiba-tiba Erupsi Tanpa Ada Gejala

Dr Irwan mengatakan bahwa Sesar Cimandiri tergolong sesar aktif dan merupakan bidang rekahan yang disertai dengan adanya pergeseran, mengalami retakan, atau memiliki celah.   

“Pada sesar ini terdapat akumulasi tegangan tektonik yang menjadi gaya penerus gempa. Jika ditilik melalui pendekatan geologi, juga menunjukkan hal yang serupa,” kata Irwan Meilano dalam keterangan tertulis, Selasa 22 November 2022 dikutip dari ANTARA.   

Gempa Dahsyat M 7,3 Vanuatu, Kemlu: Tidak Ada WNI Jadi Korban

Rumah warga rusak akibat gempa yang melanda Cianjur.

Photo :
  • Dok. BNPB.

Sesar Cimandiri ini termasuk sumber gempa yang independen dan tidak dipengaruhi oleh gempa-gempa sebelumnya sehingga terdapat potensi gempa yang signifikan terjadi di masa depan.   

Gempa Dahsyat M 7,3 Vanuatu, Kemlu Terus Cari Info soal Kondisi WNI

Kata dia, ada pembelajaran yang bisa dipetik dari bencana gempa berkekuatan 5.6 SR yang mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin 21 November 2022 siang yang juga dirasakan di wilayah Jakarta. 

“Concern utama berada di pemerintah dan pemda, perlu ada upaya untuk memahami bahwa daerah tersebut memiliki potensi gempa. Penataan ruang dan kaidah pembangunan yang dilakukan tiap daerah harus disesuaikan dengan struktur geologinya serta jaraknya dari sumber gempa,” pungkasnya.   

Warga di tengah reruntuhan bangunan rumah akibat gempa Cianjur

Photo :
  • AP Photo/Tatan Syuflana

Selain itu, masyarakat juga harus melek literasi dan pengetahuan bahwa mereka tinggal di daerah yang rawan gempa sehingga mitigasi dapat dilakukan. Dia mengatakan ketika bencana telah terjadi, terdapat waktu (golden time) untuk evakuasi yang hanya berkisar rata-rata 30 menit setelah gempa bumi. Hal yang dapat dilakukan setelah bencana terjadi adalah memberikan respons yang terbaik.   

“Kita harus belajar dari Jepang dalam memanfaatkan golden time ini. Rumah sakit darurat, pengungsian sementara, air dan sanitasi yang baik, mulai dipersiapkan sekarang. Jika hanya fokus pada yang terluka, lantas mengesampingkan hal-hal vital yang harus dipersiapkan, maka orang yang selamat pun dapat menjadi korban selanjutnya,” ujarnya.   

Irwan yang juga menjabat sebagai Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika ITB itu juga berharap, tidak ada lagi korban jiwa dan semua pihak dapat sama-sama belajar untuk mengantisipasi hal serupa terjadi di kemudian hari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya