MA Menangkan Jokowi soal Kebakaran Hutan, Penggugat: Preseden Buruk Sistem Peradilan
- Instagram @jokowi
VIVA Nasional – Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan kawan-kawan terkait putusan MA atas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah.
Putusan Nomor 3555 K/Pdt/2018 itu sebelumnya menyatakan bahwa Presiden beserta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Gubernur Kalimantan Tengah melakukan perbuatan melawan hukum atas kebakaran hutan dan lahan tahun 2015.
PK yang didaftarkan oleh presiden Jokowi pada 3 Agustus 2022 kemudian diputus dikabulkan pada 3 November 2022. Tidak diketahui bukti baru apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi saat mendaftarkan PK.
Juru Bicara MA sekaligus Wakil Ketua MA bidang Yudisial, Andi Samsan Nganro menyatakan, “Mengadili Kembali. Dalam eksepsi menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara menolak gugatan para Penggugat untuk seluruhnya.”
Menanggapi itu, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Uli Arta Siagian, menyebut dikabulkannya PK Presiden Jokowi ini oleh MA merupakan potret buruknya penegakan hukum di Indonesia.
Menurutnya, tindakan Presiden Jokowi beserta KLHK, dan Gubernur Kalteng mengajukan PK juga merupakan bentuk penghianatan terhadap komitmen mitigasi perubahan iklim yang selalu disampaikan pada pertemuan-pertemuan internasional, bahkan ternyata putusan MA terbit sebelum pidato Menteri KLHK di COP 27 yang mengklaim telah berhasil menurunkan laju deforestasi dan karhutla.
“Seharusnya Presiden, KLHK dan Gubernur terima saja putusan MA sebelumnya bahwa telah melakukan perbuatan melawan hukum atas kebakaran hutan dan lahan 2015 lalu dan menjalankan tuntutan-tuntutan yang dikabulkan, sebagai bentuk pertanggungjawaban negara atas derita yang dialami rakyat saat kebakaran hutan”, kata Uli dalam keterangannya, Senin, 21 November 2022.
Senada itu, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah, Bayu Herinata menanggapi putusan atas PK tersebut sebagai suatu langkah mundur dalam konteks penegakan hukum oleh pemerintah.
Sebab menurutnya, proses pengajuan PK hingga keluarnya putusan terjadi sangat cepat dan tidak terbuka.
Bayu juga menambahkan bahwa terdapat dua substansi tuntutan dalam gugatan asap warga negara tersebut, yakni perbaikan dan penyempurnaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dan memastikan perlindungan dan pemulihan hak masyarakat, khususnya dari dampak kabut asap karhutla.
“Kalau berkaca dari upaya PK ini, semakin menguatkan bahwa pemerintah tidak serius dalam menjalankan putusan hukum. Kalau pemerintah saja tidak bisa patuh terhadap putusan hukum, bagaimana dengan pihak lain yang terjerat hukum akibat kelalaian mereka yang menyebabkan karhuta. Seperti sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalteng yang sudah diputus bersalah sampai saat ini belum ada yang menjalankan putusan pengadilan,” kata Bayu.
Sementara Arie Rompas, salah satu penggugat juga mengatakan bahwa Putusan Mahkamah Agung yang "ajaib" ini menjadi preseden buruk terhadap sistem peradilan di Indonesia dalam memenuhi hak atas lingkungan yang sehat adalah hak asasi manusia sebagaimana yang tertuang dalam konstitusi.
Menurut dia, jika putusan ini dijalankan akan berdampak serius pada masa depan perlindungan lingkungan dan penegakan hukum di tengah krisis iklim yang sudah ada di depan mata.
“Kami akan terus berjuang untuk mewujudkan hal ini, karena taruhan masa depan perlindungan lingkungan bergantung terhadap upaya pemerintah untuk memenuhi hak atas lingkungan yang baik, salah satunya menjalankan putusan kasasi Mahkamah Agung dan membatalkan PK yang diajukan oleh Presiden,” kata Arie Rompas salah satu penggugat Prinsipal.
Sebelumnya, Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Afandi, Nordin, dan Mariaty menggugat Presiden, KLHK dan Gubernur Kalimantan Tengah pada 2017 lalu menggunakan gugatan warga negara (Citizen Law Suit) dan menang.
PN Palangka Raya mengabulkan sebagian dari tuntutan penggugat. Dari poin tuntutan yang diterima antara lain?memerintahkan presiden selaku tergugat 1 segera membuat turunan UU Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan karhutla, membuat tim gabungan yang terdiri dari KLHK, kementrian pertanian, dan kementrian kesehatan terkait dengan penanggulangan karhutla, pembangunan rumah sakit khusus paru-paru, membuat ruang evakuasi khusus karhutla, dan tim gabungan penanggulangan kebakaran.
Sedangkan poin tuntutan yang tidak diterima antara lain kepada KLHK untuk mengumumkan kepada publik terkait lahan yang terbakar dan perusahaan pemilik konsesi, serta revisi peraturan yang sudah ada.