Akademisi UI: Kita Butuh KUHP Buatan Bangsa Sendiri

Kementerian Komunikasi dan Informatika / Kominfo.
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA Nasional - Kementerian Komunikasi dan Informatika menggandeng Universitas Sebelas Maret untuk menyosialisasikan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Kegiatan tersebut digelar di Fakultas Hukum UNS Surakarta, Jawa Tengah, belum lama ini.

Jokowi dan Kaesang Turun Gunung 'Kampanyekan' Paslon Respati-Astrid di Pasar Klitikan Solo

Sosialisasi RKUHP Sangat Penting

Dekan Fakultas Hukum Sebelas Maret, I Gusti Ayu Ketut Handayani, mengatakan sosialisasi RKUHP merupakan hal yang sangat penting bagi terwujudnya sebuah produk hukum atau undang-undang dengan proses yang baik.

KPU DKI Sebut Persiapan Pilgub Jakarta 90 Persen, Logistik sudah Didistribusikan ke Kecamatan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Photo :
  • Eko Priliawito| VIVAnews

Ia menyampaikan dalam prinsip legalitas hukum, perumusan peraturan-peraturan harus jelas dan terperinci serta dimengerti oleh rakyat.

Selain Memudahkan, Transparansi Juga Bisa Dicapai Dengan Model Pembayaran Digital

"Oleh karena itu, tentu acara hari ini merupakan bagian yang terpenting untuk mendukung KUHP buatan Indonesia. Tentunya transparansi dan partisipasi menjadi hal yang mutlak dan menjadi prasyarat,” katanya melalui keterangan pers, Rabu, 16 November 2022.

Butuh KUHP Buatan Bangsa Sendiri

Sementara itu, Akademisi Universitas Indonesia, Surastini Fitriasih, menjelaskan ada pengurangan pasal dalam draf RUU KUHP tanggal 9 November 2022, dari yang sebelumnya berjumlah 632 Pasal kini menjadi 627 Pasal.

“Kalau kita lihat perjalanan pembentukan RUU KUHP nasional memang cukup panjang. Berbagai masukan sudah diupayakan untuk dipertimbangkan. Meskipun belum sempurna, kita sudah membutuhkan KUHP buatan bangsa sendiri yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Maka itu, marilah kita mendukung KUHP buatan Indonesia dan mudah-mudahan dapat segera disahkan,” kata Surasti.

Gerbang Kampus UNS Solo, Jawa Tengah

Photo :
  • Fajar Sodiq (Solo)

Prinsip Keseimbangan

Sedangkan, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto, menjelaskan bahwa prinsip keseimbangan menjadi pertimbangan yang ditonjolkan oleh perumus RUU KUHP.

"Para perumus mencoba mencari titik keseimbangan antara kepentingan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentingan negara. Yang kedua, titik keseimbangan antara perlindungan terhadap pelaku dan korban," katanya.

Ia mengatakan perjuangan bangsa ini untuk memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai kebanggaan nasional itu sudah mendekati kenyataan. Sebab, masyarakat tidak bisa bertahan menggunakan Wetboek van Strafrecht (WvS) yang memiliki bahasa asli bahasa Belanda.

"Jangan sampai penegak hukum pidana di Indonesia dilaksanakan berdasarkan ketidakmengertian sumber aslinya," kata Marcus.

Guru Besar UNS DUkung Pengesahan RUU KUHP

Senada, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Sebelas Maret Supanto juga menyatakan dukungannya untuk Indonesia mengesahkan KUHP nasional.

“Terjemahan hukum yang berasal dari Belanda masih macam-macam. Kita terkadang berbeda dalam memahami bahasa Belanda. Politik hukum Indonesia sudah membuat kodifikasi sejak tahun 1963, yang menyerukan dengan amat sangat agar segera rancangan kodifikasi hukum pidana nasional selekas mungkin diselesaikan,” kata Supanto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya