Makna Bamboo Dome, Tempat Makan Siang Kepala Negara G20
- Tim Media G20
VIVA Nasional – Indonesia menyiapkan lokasi makan siang bagi para pemimpin negara anggota G20, di bangunan Bamboo Dome di Apurva Kempinski, Nusa Dua, Bali.
Terletak di tepi pantai, Bamboo Dome dapat dilihat dari anjungan lobi hotel tempat yang sama berlangsungnya KTT G20.
Dalam ruang makan seluas sekitar 800 meter persegi tersebut, disediakan 43 kursi dengan tata letak satu meja besar melingkar sehingga para pemimpin dan delegasi dapat menikmati suguhan makanan khas Indonesia bersama-sama.
Momen makan siang merupakan salah satu pertemuan penting sehingga untuk memilih dan mewujudkan lokasi dilakukan hampir sepanjang tahun. Awalnya akan didirikan tenda-tenda di halaman belakang Apurva Kempinski.
“Waktu itu, permintaannya cukup sederhana, Presiden Joko Widodo ingin makan siang dengan pemandangan laut,” kata Visual Creative Consultant KTT G20, Elwin Mok, Selasa, 15 November 2022.
Ide untuk mendirikan tenda kemudian batal karena kekhawatiran kencangnya angin pantai yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Tim kreatif kemudian berdiskusi intens dengan Koordinator Tim Asistensi dan Kemitraan G20, Wishnutama termasuk juga Sekretariat Negara. Ide berikutnya adalah mendirikan bangunan yang berbahan bata dan batu.
Tapi ide ini diurungkan dengan pertimbangan bahwa bangunan hanya bersifat sementara dan akan dibongkar seusai penyelenggaraan G20. “Kami harus mencari sesuatu yang unik yang hanya dikhususkan untuk G20,” kata Elwin.
Inspirasi bisa muncul dalam berbagai kesempatan. Saat dalam perjalanan singkat ke Pantai Melasti di selatan Bali, Elwin bersama timnya mendapat ide brilian.
Mereka melihat sejumlah pekerja konstruksi menggunakan bambu dalam sebuah proyek bangunan. Kemudian setelah diskusi, diputuskan bambu menjadi bahan utama untuk lokasi makan siang.
Bambu menyimpan filosofi yang sangat dalam, mudah untuk dibentuk melengkung karena sifatnya yang lentur, elastis, dan gampang beradaptasi. Selain itu, bangunan bambu juga terkenal paling kuat terhadap guncangan gempa.
Tim segera membuat desain disesuaikan dengan kehidupan masyarakat Bali.
"Sejak dari kecil sudah membuat mainan bambu," ujar Rubi Roesli, desainer Bamboo Dome.
Untuk mematangkan ide, Rubi dan Elwin kemudian menemui pengajar dan pakar perhitungan bambu Universitas Gajah Mada (UGM) Ashar Saputra.
Mereka berdiskusi hingga mendapatkan bentuk yang tepat yaitu kubah setengah lingkaran atau dome.
“Jadi sesuai dengan lambang G20 berupa gunungan, ditambah bambu ramah lingkungan. Sehingga setelah KTT G20 Bamboo Dome dibongkar bambunya masih bisa dipakai ulang untuk keperluan lain," ujarnya.
Bukan hanya dari sisi arsitektur, Bamboo Dome dapat sekaligus mempromosikan Indonesia ke dunia internasional akan kualitas budaya Indonesia.
"Kami ingin menunjukkan bahwa di tengah dunia yang sintetis, ada Indonesia yang masih otentik," ujar Elwin.