Kabareskrim Komjen Agus Bakal Dilaporkan Buntut Isu Setoran Tambang Ilegal
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Nasional – Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto bakal diadukan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri buntut dari dugaan penerimaan gratifikasi atau suap terkait penambangan batubara ilegal di Desa Santan Hulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Dugaan penerimaan gratifikasi ini diketahui berdasarkan video viral berisi pengakuan seseorang bernama Ismail Bolong. Dalam videonya, Ismail mengatakan dirinya menyetor uang sebesar Rp6 miliar agar aktivitas penambangan batu bara tanpa izin operasi dapat tetap berjalan.
Adapun uang Rp6 miliar yang diberikan Ismail ke Komjen Agus dilakukan secara bertahap selama tiga kali. Mulai dari September, Oktober dan November 2021 sebesar Rp2 miliar tiap bulannya.
"Dalam rangka memberikan laporan terhadap gratifikasi atau suap atau penerimaan uang koordinasi yang disebut yang koordinasi kepada Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto," ujar Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi, Iwan Sumule kepada wartawan, Senin, 7 November 2022.
Kata Iwan, pihaknya menemukan laporan hasil penyelidikan Divisi Propam Polri terkait dengan penambangan ilegal di Kalimantan Timur. Dalam laporan tersebut, ditemukan sejumlah bukti terkait penyuapan atau penyerahan penerimaan yang koordinasi kepada Komjen Agus. Namun, laporan hasil penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti pihak kepolisian.
"Sampai hari ini laporan hasil penyelidikan yang dilakukan Propam Polri itu tidak ada tindak lanjutnya. Penyelidikan ini sudah dari Februari 2022," katanya.
Melalui pengaduan ini, Iwan berharap agar Kepala Divisi Propam Polri Irjen Pol Syahardiantono dapat mengusut tuntas dan membuka terang kasus dugaan gratifikasi penambangan ilegal yang menyeret nama Komjen Agus Andrianto.
"Kami juga mohon ke Kadiv Propam Polri untuk memanggil dan memeriksa Komjen Agus Andrianto sehubungan dengan adanya video pengakuan dari pelaku aktifitas penambangan batubara ilegal yang bernama Ismail Bolong," tutur Iwan.
"Kami juga mohon agar segera memeriksa setiap anggota Polri yang terlibat di dalam praktek beking terhadap aktifitas penambangan batubara ilegal yang bernama Ismail Bolong," sambungnya.
Selain itu, Iwan juga meminta agar Polri menggelar kode etik jika anggota Polri ada yang terbukti dalam dugaan gratifikasi ataupun terlibat dalam penambangan batubara ilegal tersebut.
Diberitakan sebelumnya, video Ismail Bolong beredar di media sosial. Awalnya, Ismail mengaku melakukan pengepulan dan penjualan batu bara ilegal tanpa izin usaha penambangan (IUP) di wilayah Kalimantan Timur. Dia menyebut keuntungan yang diraupnya sekitar Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tiap bulannya.
“Keuntungan yang saya peroleh dari pengepulan dan penjualan batu bara berkisar sekitar Rp5 sampai Rp10 miliar dengan setiap bulannya," kata Ismail Bolong dalam videonya.
Ismail mengaku dirinya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Koordinasi itu dengan berikan uang sebanyak tiga kali. Pertama, uang disetor pada September 2021 sebesar Rp2 miliar. Lalu, Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan November 2021 sebesar Rp2 miliar.
“Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya, sejak Januari 2021 sampai dengan bulan Agustus. Saya serahkan langsung ke ruangan beliau,” tutur Ismail.
Namun, tak lama, Ismail Bolong bikin pernyataan klarifikasi soal video hingga viral. Dalam video keduanya itu, Ismail beri klarifikasi permohonan maaf kepada Kabareskirm Komjen Agus Andrianto atas berita yang beredar.
“Saya mohon maaf kepada Kabareskrim atas berita viral saat ini yang beredar. Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar. Saya pastikan berita itu saya pernah berkomunikasi dengan Kabareskrim apalagi memberikan uang. Saya tidak kenal,” kata Ismail.
Ismail Bolong mengaku kaget videonya baru viral sekarang. Maka itu, ia perlu menjelaskan kronologinya. Ia bilang pada Februari datang anggota Mabes Polri dari Biro Paminal Divisi Propam untuk memeriksanya.
Dia mengaku saat itu ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan yang menjabat Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri.
“Bulan Februari itu datang anggota dari Paminal Mabes Polri memeriksa saya untuk memberikan testimoni kepada Kabareskrim dalam penuh tekanan dari Pak Brigjen Hendra. Brigjen Hendra pada saat itu, saya komunikasi melalui HP anggota Paminal dengan mengancam akan membawa ke Jakarta kalau tidak melakukan testimoni,” lanjut Ismail.
Selanjutnya, Ismail tak bisa bicara karena tetap diintimidasi sama Hendra. Pun, Anggota Biro Paminal Mabes Polri memutuskan bawa Ismail Bolong ke salah satu hotel di Balikpapan.
“Sampai di hotel Balikpapan sudah disodorkan untuk baca testimoni, itu ada kertas sudah ditulis tangan nama oleh Paminal Mabes dan direkam HP dari Anggota Mabes Polri. Saya tidak pernah memberikan uang kepada Kabareskrim,” sebutnya.