Pertemuan G20 Diminta Keluarkan Kesepakatan Hadapi Krisis Pangan

Petani memanen cabai merah di kawasan lahan pertanian Sumur Welut di Surabaya. (Ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

VIVA Nasional – Akademisi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) menilai pertemuan G20 yang berlangsung di Bali harus melahirkan kesepakatan strategis terkait ketersediaan pangan dengan meningkatkan kerja sama bilateral dalam mengantisipasi ancaman krisis pangan global.

Tahun 1980-an Sampah di Kuta Jadi Berkah Masyarakat, Sekarang Sulit Ditanggulangi

"Kesepakatan antarnegara harus dibuat untuk mengantisipasi krisis pangan ke depan. Fungsi kerja sama bilateral harus ditingkatkan lagi," kata Dosen Fakultas Pertanian Unpad Ronnie S Natawidjaja dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Ilustrasi Petani. Sumber: unsplash.com

Photo :
  • vstory
Sungai Watch dan Ratusan Relawan Bersihkan Pantai Kedonganan Bali, Sampah Plastik Terkumpul 47.000 Kg

Sebelumnya Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo juga menekankan pentingnya kolaborasi global untuk mengatasi krisis pangan yang kini mengancam banyak negara di dunia. Kolaborasi memungkinkan memitigasi dan mengatasi triple krisis yaitu krisis energi, pangan, dan keuangan.

Mentan Syahrul menjelaskan sebagai bagian dari komunitas global, G20 berkomitmen mendukung peran krusial dari sektor pertanian dalam menyediakan pangan dan gizi bagi semua orang. Selain itu juga menjamin pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

4 Menteri Bersama Warga Lakukan Aksi Bersih Sampah Kiriman di Pantai Kuta Bali

Mentan berulangkali menegaskan kunci mengatasi krisis pangan global adalah kebersamaan. "Tidak boleh ada negara yang terlewatkan dan tertinggal, kolaborasi adalah kunci untuk mengatasi tantangan saat ini dan di masa datang," katanya.

Ilustrasi petani.

Photo :

Ronnie menjelaskan kerja sama bilateral itu bisa diwujudkan dalam sistem barter dengan masing-masing negara memberikan yang terbaik yang dimiliki.

"Misal, Indonesia banyak produksi buah, lalu Australia banyak memproduksi gandum. Ini bisa saling tukar, barter. Jadi stok pangan aman dan harga pun bisa dikontrol," katanya. 

Indonesia, lanjutnya, tak perlu memaksakan diri untuk menghasilkan komoditas tertentu yang memang tidak bisa diproduksi secara maksimal. Sebaliknya Indonesia mesti meningkatkan potensi yang ada untuk kemudian dijadikan komoditas unggulan.

Ronnie mengambil contoh komoditas kedelai yang berpengaruh dari faktor geografis yaitu penyinaran matahari, yang membuat produksi kedelai nasional tidak mampu mengimbangi produksi kedelai dari China.

Kedelai

Photo :
  • Eat This

"Kedelai kita itu wangi dan bulirnya besar. Tapi butuh penyinaran yang lama. Penyinaran bisa dibantu oleh penggunaan lampu di green house, tapi dijualnya jadi mahal nanti. Sudah kita pakai kedelai dari China, lalu kita kasih apa yang China butuhkan yang ada di kita. Itu namanya memaksimalkan potensi kerja sama bilateral," kata dia.

Ronnie juga menyebut komoditas gandum yang bisa didapat dari Australia bisa menjadi alternatif menyusul krisis yang terjadi antara Rusia dan Ukraina dan membuat pasokan gandum ke Indonesia menjadi terhambat.

"Harganya pun naik 35 persen. Dan sepertinya akan naik lagi. Kita bisa minta Australia untuk support kebutuhan gandum kita," kata dia. (ANT)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya