Obat Sirup Parasetamol PT Afi Farma Mengandung Cemaran Etilen Glikol Lebihi Ambang Batas
- VIVA/Yandi Deslatama (Serang)
VIVA Nasional – Bareskrim Polri telah menaikkan status kasus gagal ginjal akut PT Afi Farma dari penyelidikan ke penyidikan. Perusahaan tersebut diduga memproduksi obat sirup dengan kadar etilen glikol (EG) melebihi ambang batas.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pipit Rismanto menjelaskan, hal tersebut terungkap setelah produk PT Afi Farma diuji laboratorium oleh BPOM.
"PT Afi Farma yang diduga memproduksi sediaan farmasi jenis obat sirup merk paracetamol (obat generik) yang mengandung EG melebihi ambang batas yaitu 236,39 mg (yang harusnya 0,1 mg) setelah di uji lab oleh BPOM," ujar Pipit saat dikonfirmasi, Selasa 1 November 2022.
Hingga saat ini, Pipit mengatakan pihaknya baru menaikkan status kasus
Sedangkan, dua perusahaan lainnya, yakni PT Yarindo Pharmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries (Unipharma) bakal diselidiki sendiri oleh BPOM.
"Yang 2 agar ditanyakan langsung ke BPOM. Rencana akan di sidik oleh BPOM sendiri," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito mengatakan dua perusahaan farmasi terbukti melakukan tindak pidana dalam memproduksi obat sirup mengandung pelarut cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), yaitu PT. Yarindo Farmatama dan PT. Universal Pharmaceutical.
Menurut dia, BPOM telah berkolaborasi dengan Bareskrim Polri melakukan operasi bersama sejak Senin, 24 Oktober 2022 terhadap industri farmasi yang diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), yaitu PT. Yarindo Farmatama dan PT. Universal Pharmaceutical.
“PT. Yarindo beralamat di Cikande, Serang Banten. PT. Universal Pharmaceutical beralamaf di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara,” kata Penny dikutip dari Youtube BPOM pada Senin, 31 Oktober 2022.
Menurut dia, BPOM bersama Bareskrim tentu melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dari dua perusahaan tersebut, saksi ahli pidana, saksi dari distributor termasuk dokumen-dokumen. Alhasil, didapati adanya bahan baku produksi obat sirup yang mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas.
“Berdasarkan pemeriksaan tersebut, patut diduga telah terjadi tindak pidana yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tidak memenuhi standar kesehatan keamanan khasiat atau kemanfaatan dan mutu,” jelas dia.
Hal tersebut, kata Penny, sebagaimana dalam UU Nomod 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 196, Pasal 98, Ayat (2) dan Ayat (3) dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Dan, memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar Peraturan Perundang-undangan Pasal 62 Ayat (1) dan UU RI Nomor 8 tentang pelindungan konsumen yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.