Bareskrim Gelar Perkara Kasus Geger Obat Sirop
- VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham
VIVA Nasional – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri lakukan gelar perkara terkait kasus obat sirop yang menyebabkan gagal ginjal akut pada anak-anak. Gelar perkara itu berlangsung hari ini, Selasa 1 November 2022.
Hal tersebut dikonfirmasi kebenarannya oleh Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Pipit Rismanto. Dia mengatakan gelar perkara tersebut akan berlangsung di Bareskrim Polri dan menghadirkan sejumlah instansi terkait.
"Iya tunggu dulu hasilnya ya. Nanti di informasikan ya kalau sudah selesai hasilnya ya. Ini masalahnya kan urusan medis ini disini, kan harus ada ahli, ga bisa Dirtipidter sebagai penyidik terus menjawab tentang medis itu kan susah," kata Pipit kepada wartawan, Selasa 1 November 2022.
Pipit mengatakan, untuk gelar perkara tersebut, pihaknya akan menyelidiki lebih lanjut soal status dari kasus obat sirup ini. Dia juga menambahkan bahwa gelar perkara ini bukan untuk menentukan tersangka.
"Meningkatkan mungkin ya dari statusnya penyelidikan ke penyidikan. Terus masalah tindak lanjutnya apa, pembagian tugasnya seperti apa nanti mana yang perlu didalami gitu," kata dia.
Sebagai informasi, Kepala Badan BPOM, Penny K Lukito mengatakan dua perusahaan farmasi terbukti melakukan tindak pidana dalam memproduksi obat sirop mengandung pelarut cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), yaitu PT. Yarindo Farmatama dan PT. Universal Pharmaceutical.
Menurut dia, BPOM telah berkolaborasi dengan Bareskrim Polri melakukan operasi bersama sejak Senin, 24 Oktober 2022 terhadap industri farmasi yang diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), yaitu PT. Yarindo Farmatama dan PT. Universal Pharmaceutical.
“PT. Yarindo beralamat di Cikande, Serang Banten. PT. Universal Pharmaceutical beralamaf di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara,” kata Penny dikutip dari Youtube BPOM pada Senin, 31 Oktober 2022.
Menurut dia, BPOM bersama Bareskrim tentu melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dari dua perusahaan tersebut, saksi ahli pidana, saksi dari distributor termasuk dokumen-dokumen. Alhasil, didapati adanya bahan baku produksi obat sirup yang mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas.
“Berdasarkan pemeriksaan tersebut, patut diduga telah terjadi tindak pidana yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tidak memenuhi standar kesehatan keamanan khasiat atau kemanfaatan dan mutu,” jelas dia.
Hal tersebut, kata Penny, sebagaimana dalam UU Nomod 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 196, Pasal 98, Ayat (2) dan Ayat (3) dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Dan, memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar Peraturan Perundang-undangan Pasal 62 Ayat (1) dan UU RI Nomor 8 tentang pelindungan konsumen yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.