Sindir Pengawalan Ketat Kapolri, Eks Kepala BAIS: Lambang Ketidakbenaran, Malah Bangga

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo
Sumber :
  • dok Polri

VIVA Nasional - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Madya (Purn) Soleman B Ponto menyoroti Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang memakai banyak ajudan atau pakai pengawalan ketat. Apalagi, iring-iringan Kapolri kerap memakai sirine.

"Seorang polisi itu menjaga keamanan dan ketertiban. Dia selalu harus tampil memperlihatkan situasi. Ini loh saya aman. Jadi, saya bisa naik mobil sendirian, saya tidak pakai pengawal karena situasi di wilayah saya aman," kata Soleman Ponto di Jakarta pada Rabu, 19 Oktober 2022.

Menurut dia, ajudan itu merupakan lambang dayang-dayang. Seorang Panglima TNI, kata dia, punya ajudan karena menghadapi situasi yang selalu tidak menentu sebagai seorang militer. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Sementara, dia menyindir polisi itu ibarat teman bagi masyarakat sehingga harus bangga apabila berjalan tanpa pengawal.

"Kalau polisi sudah jalan pakai delapan ajudan, berarti situasi tidak aman lagi Indonesia ini. Kalau Kapolri bisa jalan-jalan di Jakarta tanpa ngoeng-ngoeng pengawalan dengan tenang dan tertib, saya kira bisa banyak dari luar negeri datang," lanjut Soleman. 

"Yang terjadi, Kapolri jalan ngoeng-ngoengnya sebelum 10 meter sudah bunyi, jalan ditutup. Ini kan lambang ketidakbenaran, malah kita bangga," jelas dia.

Makanya, Soleman menyinggung saat Presiden Joko Widodo atau Jokowi kemarin sempat memanggil Kapolri bersama pejabat Mabes Polri, Kapolda hingga Kapolres di Istana Negara. Dia menyoroti larangan Jokowi agar Kapolri dan para perwira Polri dilarang memakai topi, bawa tongkat komando, handphone dan ajudan.

"Pak Jokowi ini orang Solo, jadi senengnya pakai simbol. Kenapa jangan pakai topi? Biar kelihatan kepalanya, mukanya. Ini loh polisi-polisi yang sekarang seperti ini tampangnya. Memang polisi seperti itu, harus kelihatan," jelas Solemen. 

"Lain dengan kita militer apalagi intel, harus jadi tukang bakso di pinggir jalan. Tapi, polisi tidak bisa, harus kelihatan mukanya seorang polisi," ujarnya.

Kemudian, kata dia, Jokowi juga melarang Kapolri serta jajarannya membawa tongkat komando. Menurut dia, pemegang tongkat komando di militer itu setiap kata-kata yang keluar atau instruksinya harus dilaksanakan. Sebab, tongkat komando itu lambang kekuasaan.

"Polisi tidak boleh, makanya judulnya kepala polisi bukan komandan. Kalau komandan, saya commander, itu militer. Tapi, di polisi kan masih, dengan tongkatnya itu ya ndak boleh. Itulah sama Pak Jokowi, jangan dibawa tongkatnya," tuturnya.

VIVA Militer: Mantan Kepala Bais TNI Laksda TNI (Purn) B.Soleman Ponto

Photo :
  • Istimewa

Maka itu, dia mengatakan, seorang polisi itu tak punya kekuasaan atau kewenangan memerintah seperti itu. Namun, kata Soleman, polisi hanya menjalankan atau melaksanakan aturan perundangan yang ada.

"Jadi ibaratnya itu masinis kereta api, jalankan saja gerbong itu menurut rel yang sudah ada. Itulah polisi sehingga tidak perlu menggunakan tongkat komando," ujarnya.

Nyetir Sambil Oral Seks, Mahasiswa Tabrak Pejalan Kali hingga Tewas di Sleman

Pun, Soleman mengatakan instruksi Jokowi yang melarang Kapolri serta jajarannya membawa handphone. Memang, kata dia, handphone ini hanya golongan tertentu saja yang disebut hedonis. "Panglima TNI apa bawaannya? Handy talky, karena dia memberi perintah kemana-mana," tuturnya.

Aksi Komplotan Maling Motor Tembak Polisi saat Beraksi hingga Berujung Didor Tewas saat Ditangkap
Todung Mulya Lubis

Todung ke Kapolri: Saya Minta Polisi Netral di Pilkada

Praktisi hukum Todung Mulya Lubis mengingatkan betapa pentingnya peranan polisi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

img_title
VIVA.co.id
17 November 2024