Kaget Lihat Yosua Masih Hidup di CCTV, AKBP Arif Gemetar Lapor ke Brigjen Hendra
- VIVA.co.id/ Zendy Pradana
VIVA Nasional – Anak buah mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo terkejut saat menonton isi video CCTV yang mereka amankan dari sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dari rekaman CCTV yang mereka amankan, terlihat korban Nofriansyah Yosua Hutabarat masih hidup, padahal menurut kronologi yang disampaikan Sambo, Yosua tewas karena baku tembak dengan Bharada Richard Eliezer.
Hal tersebut terungkap dalam surat dakwaan mantan Karo Paminal Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 19 Oktober 2022. Ketiga anak buah Ferdy Sambo yang menyaksikan isi video CCTV itu adalah Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiguni Wibowo, dan AKBP Arif Rachman Arifin. Disaksikan pula Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel AKBP Ridwan Soplanit.
"Saksi Chuck Putranto, S.IK, berkata 'bang ini Joshua masih hidup" lalu saksi Baiguni Wibowo, S.IK. memutar ulang antara menit 17.07 WIS sampai 17.11 WIB dan mereka lihat ternyata benar bahwa Nofriansyah Yosua Hutabarat sedang memakai baju putih dan berjalan dari pintu depan rumah menuju pintu samping melalui taman rumah dinas saksi Ferdy Sambo," kata jaksa dalam dakwaannya
Jaksa menerangkan, setelah melihat keadaan sebenarnya terkait keberadaan Nofriansyah Yosua Hutabarat masih hidup, AKBP Arif Rachman Arifin kaget karena tidak menyangkabahwa informasi yang dia dengar tentang kronologis kejadian tembak menembak yang disampaikan oleh Kapolres Jaksel Kombes Budhi Herdi dan Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Ramadhan ternyata tidak sama dengan apa yang dilihatnya dari CCTV tersebut.
Menurut jaksa penuntut umum, isi CCTV yang diamankan tersebut itu sekaligus membantah kronologi yang disampaikan Ferdy Sambo bahwa kejadian tewasnya korban Nofriansyah Yosua Hutabarat akibat tembak-menembak dengan Bharada Richard Eliezer sebelum Ferdy Sambo datang ke rumah dinas.
Kemudian, AKBP Arif Rachman Arifin keluar dari rumah saksi AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit, dan langsung menghubungi terdakwa Hendra Kurniawan dengan menggunakan WhatsApp Call, untuk melaporkan kejadian sebenarnya berdasarkan fakta dari rekaman CCTV bahwa keadaan sebenarnya Nofriansyah Yosua Hutabarat masih hidup, tidak seperti yang diklaim Ferdy Sambo kalau Yosua tewas akibat peristiwa tembak menembak.
"Mendengar suara saksi Arif Rachman Arifinmelalui telepon gemetar dan takut, lalu terdakwa Hendra Kurniawan menenangkanya dan meminta agar pada kesempatan pertama ini saksi Arif Rachman Arifin dan terdakwa Hendra Kurniawan menghadap terdakwa Ferdy Sambo,"
Selanjutnya, pada hari Rabu 13 Juli 2022, sekira pukui 20.00 Wib, AKBP Arif Rachman Arifin diajak terdakwa Brigjen Hendra Kurniawan menghadap ke ruangan kerja Ferdy Sambo di Mabes Polri, untuk melaporkan apa yang sebenarnya yang dilihat oleh AKBP Arif Rachman Arifin dari rekaman CCTV yang diambil dari sekitar rumah dinas Ferdy Sambo.
Diketahui, Mantan Karo Paminal Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan, didakwa telah melakukan Obstruction of Justice atau upaya menghalangi penyidikan dalam kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Hendra diduga telah melakukan tindak pidana menghalangi proses penyidikan bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan AKP Irfan Widyanto.
Adapun perbuatan tersebut dilakukan Hendra dalam periode 9 sampai 14 Juli 2022, pasca peristiwa pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Sambo.
"Turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 19 Oktober 2022.
Atas perbuatannya, Hendra didakwa dengan dakwaan alternatif pertama primair Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kemudian subsidair Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau dakwaan alternatif kedua primair Pasal 233 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan subsidair Pasal 221 ayat (1) ke-2 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas perbuatannya itu, Hendra didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.