Tsunami di Trunojoyo
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Nasional – Awan gelap belum beranjak dari langit Trunojoyo. Korps Bhayangkara itu tengah dihantam berbagai masalah di internal mereka. Semua datang bertubi-tubi, bak tsunami yang menghantam dan meluluhlantahkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum, Kepolisian RI.
Belum hilang ingatan publik dengan kasus mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo yang menyita perhatian nasional bahkan hingga dunia. Disusul lagi kegagalan Polri dalam mengantisipasi tragedi Kanjuruhan sehingga menewaskan 132 orang.
Kali ini, seorang jenderal bintang dua Polri, jabatan Kapolda, ditangkap terkait kasus peredaran narkotika. Bahkan, sang jenderal diduga mengendalikan peredaran narkoba yang berasal dari penggelapan barang bukti pengungkapan kasus narkoba. Sangat mengejutkan!
Keprihatinan ini direspons serius Presiden Joko Widodo (Jokowi). Lewat surat telegram rahasia (TR), kepala negara memanggil Kapolri beserta seluruh pejabat utama Polri, Kapolda dan Kapolres seluruh Indonesia ke Istana Negara, Jumat, pekan lalu.
Pesannya tegas. Presiden Jokowi menuntut jajaran Polri bekerja keras mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Polri, yang terjun bebas ke titik nadir. Kepercayaan publik terhadap Polri di Agustus 2022 paling rendang (54 persen), dibanding November tahun lalu di angka 80,2 persen.
Sebelum ada peristiwa penembakan di Duren Tiga yang menyeret mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Indeks Kepercayaan Masyarakat menempatkan Polri di puncak teratas saat itu.
Hal tersebut didorong oleh kerja keras jajaran Polri dalam penanganan COVID-19 dengan mendukung penyuntikan 440 juta dosis vaksin kepada masyarakat, sehingga pandemi mereda dan ekonomi bisa tumbuh 5,44 persen.
"Tetapi begitu ada peristiwa FS (Ferdy Sambo), runyam semuanya, dan jatuh ke angka yang paling rendah. Dulu, dibandingkan institusi-institusi penegak hukum yang lain, tertinggi. Sekarang, Saudara-saudara harus tahu, menjadi terendah. Ini yang harus dikembalikan lagi dengan kerja keras saudara-saudara sekalian," kata Jokowi
Jokowi juga mengultimatum anggota Polri dan keluarganya agar setop menonjolkan gaya hidup mewah. Apalagi situasi ekonomi saat ini sedang sulit, jangan sampai ada letupan-letupan sosial akibat kecemburuan sosial-ekonomi dan menjadi sorotan masyarakat.
"Saya ingatkan yang namanya kapolres, wakapolres, yang namanya kapolda, yang namanya seluruh pejabat utama, perwira tinggi, mengerem total masalah gaya hidup. Jangan gagah-gagahan karena merasa punya mobil bagus atau motor gede yang bagus. Hati-hati. Hati-hati, saya ingatkan hati-hati," tegas Jokowi.
Mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, menganggap momen pertemuan dan arahan Presiden Jokowi kepada pejabat utama Polri ini suatu yang luar biasa. Apalagi, dalam TR sebelumnya, ada maklumat bahwa seluruh peserta menggunakan seragam PDL tanpa tutup kepala, tanpa tongkat komando.
Mereka yang dipanggil Presiden juga dilarang membawa ADC (ajudan) dan handphone, dan hanya diperkenankan membawa buku dan pulpen.
"Tidak pakai tutup kepala ini kan simbol agar pikiran dibuka, dilihat. Tongkat komando itu kan simbol kekuasaan. HP itu simbol kemewahan, enggak perlu bawa ajudan, Anda bawa catatan dan pulpen, itu kan simbol kerja. Pak Jokowi ini kan orang Solo, banyak simbol-simbol," ujar Susno dalam perbincangan di tvOne.
Susno mengatakan, salah satu yang disoroti dalam pertemuan itu adalah kekecewaan Presiden Jokowi terhadap merosotnya kepercayaan masyarakat kepada Polri. Beberapa kasus yang melibatkan oknum anggota Polri disorot, karena dianggap sebagai biang kerok tergerusnya kepercayaan publik.
"Beliau sangat kecewa, Polri dari 80,2 persen anjlok jadi 54 persen, terjelek ini. Itu kasus Kanjuruhan 132 nyawa melayang, akibat Sambo, sesama polisi saling tembak di Lampung, terakhir Kapolda main sabu 5 Kg. Habis itu nanti apalagi?" ungkap Susno
Tsunami Polri
Mantan Kapolda Sumatera Selatan itu menyoroti kasus narkoba yang menjerat Kapolda Sumbar Irjen Pol Teddy Minahasa Putra. Menurutnya, ini merupakan pukulan telak bagi Polri, karena ada pejabat utamanya yang justru menjadi pelaku kejahatan salah satu yang paling serius di republik ini.
"Ini mengagetkan, bikin bencana tsunami di Polri. Jenderal bintang 2, Kapolda di Sumatera Barat, kemudian ditunjuk jadi Kapolda di Jawa Timur. Itu Kapolda tipe A. Kalau benar (terbukti mengendalikan peredaran narkoba) ini sungguh bencana yang sangat besar," ujarnya
Menurutnya, kasus narkoba yang menjerat Irjen Teddy Minahasa menunjukkan sistem pembinaan karir, seleksi jabatan dan seleksi pendidikan perwira Polri belum berjalan baik. Bagaimana mungkin, seorang anggota Polri yang punya jabatan strategis 'pemain' kasus narkoba justru mendapat promosi jabatan Kapolda tipe A.
"Ini sebuah kekeliruan dalam sistem pembinaan karir, kekeliruan pembinaan mental Polri, kok bisa tembus bisa dapat bintang, sampai bisa dapat jabatan strategis, nah ini harus dibenahi secara menyeluruh, ini koreksi buat Kapolri dan pejabat senior di Mabes, ayo benahi ini," katanya
Lebih jauh, Susno mengingatkan komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat RDP bersama Komisi III DPR, yang menyatakan bahwa kasus Ferdy Sambo akan menjadi titik awal perbaikan Polri secara menyeluruh dan reformasi ke dalam Polri, justru belum terlihat buktinya.
"Buktinya masih terjadi peristiwa besar yang mengagetkan. Berarti perbaikan ke dalam belum, masih diabaikan, berarti sistem pembinaan karir polri, mutasi pendidikan, perlu dibina lagi karena ini tidak berjalan. Bayangkan, Teddy sudah 2 kali kapolda akan ketiga kali, emang enggak ada orang lagi? Sistem pemantauan juga tidak terpantau, kemana Propam? Kemana inspektorat?" tegasnya
Diketahui, Irjen Pol Teddy ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menjadi pengendali peredaran gelap narkotika jenis sabu-sabu.
Sabu-sabu tersebut diketahui berasal dari barang bukti hasil pengungkapan kasus narkoba Polres Bukittinggi.
Polres Bukittinggi awalnya hendak memusnahkan 40 kilogram sabu, namun Irjen Pol Teddy Minahasa diduga memerintahkan untuk menukar sabu sebanyak lima kilogram dengan tawas.
"Irjen Pol TM selaku Kapolda Sumbar sebagai pengendali barang bukti sabu dari Sumbar, sudah menjadi 3,3 kilogram yang kita amankan dan 1,7 kilogram sabu yang sudah dijual oleh tersangka yang telah kita tahan dan diedarkan di Kampung Bahari," kata Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Pol Mukti Juharsa di Jakarta, Jumat.
Meski demikian, penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya.