Demi Tindak Anggota yang Menyimpang, Polri Buka Aduan Online dan Telepon
- vivanews/Andry Daud
VIVA Nasional - Polri membuka ruang pengaduan secara online dan telepon. Hal itu untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat mengadukan penyimpangan oknum anggotanya.
"Dengan aplikasi Propam Presisi masyarakat di manapun, kapanpun, kini bisa mengadukan oknum anggota Polri yang diduga melakukan penyimpangan," kata Karowabprof Divisi Propam Polri, Brigjen Pol Agus Wijayanto, di Jakarta, Rabu, 12 Oktober 2022.
570 Oknum Polisi Kena PTDH
Ia menyebutkan sepanjang 2022 ada 570 oknum polisi yang terkena PTDH, sementara 4.000 lainnya dikenakan sanksi bentuk lain.
Terkait PTDH itu, Karowabprof Div Propam Polri menegaskan bisa dilakukan sepanjang ada putusan sidang etik tanpa harus menunggu keputusan pidana berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Mengenai keamanan masyarakat yang mengadu, Polri menjamin tidak akan ada intervensi dari manapun.
Tak Cuma di Indonesia
Sementara itu, Wairwasum Polri Irjen Pol Tornagogo Sihombing mengemukakan bahwa polisi buruk tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Namun, ia tidak setuju jika dikatakan Polri kalah andal dengan polisi luar negeri.
"Yang pasti gaji anggota Polri kalah dengan gaji polisi di luar negeri, tetapi polisi di Indonesia ini mengurus semua, mulai dari orang bangun tidur sampai orang meninggal," kata Tornagogo.
Dia mengatakan polisi bukan superman. Ia meminta masyarakat tidak selalu mengaitkan semua isu, termasuk konflik sosial, dengan Polri semata karena hal itu terkait dengan stakeholders lainnya.
Polri, lanjutnya, terus berupaya memperbaiki diri dengan melakukan transformasi presisi. Karena itu, ia menyebut banyaknya oknum polisi yang melakukan pelanggaran akhir-akhir ini karena mereka belum melakukan transformasi presisi.
Jumlahnya Sedikit
Sedangkan Karodalpers SSDM Polri, Brigjen Pol Jawari, menambahkan oknum polisi yang melakukan penyimpangan jumlahnya sangat sedikit.
"Ada 436.072 anggota Polri, dan 56 ribu lebih ASN. Jadi hanya sedikit yang melakukan tindakan tercela," katanya.
Namun demikian, menurut Jawari, Polri terus berusaha memperbaiki integritas anggotanya, balik melalui peningkatan pengawasan, peningkatan kompetensi, hingga memperketat sistem rekrutmen anggota.
Lebih Pas di Bawah Presiden
Sementara terkait ide menempatkan institusi Polri di bawah Kementerian, anggota Kompolnas Poengky Indarti menegaskan bahwa isu itu bertentangan dengan reformasi.
Merunut sejarah Polri, Poengky mengatakan Polri pernah berada di bawah Kemendagri dengan nama Djawatan Kepolisian, juga pernah bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri (waktu sistem pemerintahan parlementer), menjadi bagian dari ABRI di bawah Panglima ABRI yang bertanggung jawab kepada presiden, dan saat pemerintahan Orde Baru jatuh Polri dipisahkan dari TNI agar dapat bertugas secara profesional dan humanis.
"Tuntutan publik kemudian diwujudkan dengan pemisahan TNI dan Polri, diikuti dengan mandat untuk melakukan reformasi Polri dan mendudukkan Polri di bawah presiden," kata Poengky.
Komisioner Kompolnas itu mengemukakan sejarah membuktikan bahwa Polri lebih tepat berkedudukan di bawah presiden.
Karena itu, lanjut Poengky, menempatkan Polri di bawah kementerian seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru justru mengerdilkan dan menjauhkan Polri dari profesionalitas dalam melayani, melindungi, mengayomi masyarakat dan menegakkan hukum guna mewujudkan harkamtibmas.
Terkait kasus-kasus yang marak melibatkan oknum anggota Polri akhir-akhir ini, Kompolnas berharap mandat reformasi Polri yaitu reformasi struktural, instrumental, dan kultural dapat dilaksanakan sebaik-baiknya oleh Polri.