Polri Akui Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa di Tragedi Kanjuruhan
- VIVA/ Lucky Aditya.
VIVA Nasional – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akhirnya mengakui menggunakan gas air mata yang sudah kedaluwarsa atau expired saat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Diduga, beberapa gas air mata yang ditembakkan dalam tragedi Kanjuruhan itu sudah habis masa penggunaannya pada tahun 2021.
“Ada beberapa yang diketemukan, ya. Yang tahun 2021 ada beberapa,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri pada Senin, 10 Oktober 2022.
Namun, Dedi mengaku belum mengetahui berapa jumlah pastinya gas air mata yang ditemukan kadaluwarsa tersebut. Menurut dia, hal tersebut perlu dikonfirmasi lagi kepada tim laboratorium forensik (labfor).
“Saya masih belum tahu jumlahnya. Tapi itu yang masih didalami, tapi ada beberapa. Sampai saat ini, dari hasil pemeriksaan tersangka dan hasil oleh TKP dari Inafis dan Labfor diketemukan seperti itu,” ujarnya.
Menurut dia, sebagian besar gas air mata yang digunakan ada tiga jenis dalam insiden Kanjuruhan pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Tiga jenis gas air mata itu berwarna merah, hijau dan biru. Warna hijau, kata dia, gas air mata berupa smoke, dimana jenis ini hanya ledakan dan berisi asap putih.
Kedua, sifatnya sedang dan digunakan untuk klaster dari jumlah kecil. kemudian, gas air mata warna merah adalah untuk mengurai massa dalam jumlah yang cukup besar. “Sebagian besar yang digunakan, ya tiga jenis ini yang digunakan,” jelas dia
Sebelumnya diberitakan, Komisi Nasional Hal Asasi Manusia (Komnas HAM) mendapat informasi tentang gas air mata yang sudah kedaluwarsa yang digunakan oleh aparat di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
"Soal kadaluwarsa, itu informasinya memang kita dapatkan, tapi memang perlu pendalaman," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan, Senin, 10 Oktober 2022.
Anam menyebut gas air mata merupakan salah satu pemicu kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. Menurutnya, dengan situasi yang tidak kondusif dan ditambah gas air mata, suporter tidak bisa bernapas dan berdesakan untuk mencari jalan keluar dari stadion.
"Dinamika di lapangan itu pemicu utama adalah memang gas air mata yang menimbulkan kepanikan, sehingga banyak suporter atau aremania yang turun berebut untuk masuk [ke] pintu keluar, berdesakan dengan mata yang sakit, dada yang sesak, susah napas, dan sebagainya," kata Anam.