Saksi Detik-detik Tragedi Kanjuruhan: Seperti Kuburan Massal
- Lucky Aditya/VIVA.
VIVA Nasional – Aremania dari komunitas District Dau, Eko memberikan kesaksian atas Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada pekan lalu, Sabtu, 1 Oktober 2022. Dia memegang tiket ekonomi pada laga Arema FC kontra Persebaya Surabaya.
Saat itu dia tidak masuk ke dalam tribun karena stadion sudah penuh. Dia memutuskan melihat Arema dari luar stadion. Saat itu panpel menyediakan dua layar lebar dan beberapa warung menyalakan televisi siaran laga Derby Jawa Timur ini.
Peluit panjang dibunyikan. Sekira 10 menit kemudian terdengar suara kekacauan di dalam tribun. Tembakan gas air mata terdengar jelas di telinganya. Dia kemudian lari menuju tribun Kanjuruhan bagian selatan.
"Pertama saya lari ke gate 14 pintu disitu terbuka. Saya pikir aman gate 14 saya cari gate lainnya," kata Eko beberapa waktu lalu.
Sambil meneteskan air matanya. Dia mengingat saat kakinya menginjak depan gate 13. Suara tangisan, dan jeritan minta tolong terdengar cukup kencang. Ironisnya pintu 13 terkunci rapat. Sebagian Aremania terus menendang ventilasi yang terbuat dari semen sampai jebol demi mengevakuasi Aremania yang terjebak di gate 13.
"Di gate 13 itu semacam kuburan adik-adik saya. Di sana menumpuk anak kecil kebanyakan wanita, seperti kuburan masal. Banyak perempuan anak kecil sudah bertumpukan di sana," ujar Eko sambil menangis terisak-isak di pelukan dirijen Aremania Yuli Sumpil.
"Sampai anak-anak menghancurkan dinding berjuang memakai apapun untuk bisa menghancurkan itu dan bisa mengevakuasi teman-temannya. Asap (gas air mata) itu benar-benar pedih banyak Aremania. Saya lari meminta pertolongan," tambahnya.
Eko melihat aparat keamanan yang berjarak beberapa meter saja dari gate 13. Di sana dia meminta pertolongan untuk membantu evakuasi Aremania. Tidak ada satu pun aparat keamanan yang mau dimintai tolong karena beralasan rekan mereka sesama aparat juga ada yang menjadi korban.
"Saya lari minta tolong ke pihak polisi, yang saya minta tolong mereka tidak mau, saya lari lagi ke aparat lain seragam hijau malah saya mau dipukul. Yang saya ingat kata-kata beliau, 'temenku yo onok seng kenek'," tutur Eko.
Eko pun tidak putus asa karena memang situasi yang cukup kacau. Dia meminta pertolongan pada siapa pun hingga akhirnya dia memutuskan masuk ke stadion untuk turut mengevakuasi Aremania.
"Karena tidak ada yang membantu saya lari lagi cari bantuan bagaimana caranya saya bisa nembus ke dalam stadion. Perkiraan 200 sampai 300 orang terluka tergeletak sebagian besar sudah jadi mayat," kata Eko.
Pintu juga terkunci di Gate 12
Kesaksian lainnya juga diutarakan oleh Dadang Indarto. Dia menonton laga itu di tribun 12 bersama rekannya yang berasal dari Lampung. Pada menit 90+3 dia memutuskan untuk keluar dari stadion. Tetapi saat itu pintu masih ditutup, akhirnya dia kembali ke tribun.
"Sangat jelas tembakan gas air mata ke tribun. Tembakan ke dua dan ketiga cukup dekat dan membuat kami panik. Bau gas air mata sangat tajam dan membuat sakit di kulit. Membuat perih dan sesak," ujar Dadang.
Saat Dadang akhirnya keluar dari stadion. Dia menemukan banyak rekan-rekannya sesama Aremania yang sudah tergelatak. Dia juga turut membantu evakuasi. Ada salah satu Aremania yang sedang sekarat dia bantu. Dia gotong mulai hidup sampai menghembuskan nafas terakhirnya.
"Saya lihat banyak teman saya bergeletakan. Banyak teman yang meninggal dunia ada yang saya bawa mulai hidup sampai mati," tutur Dadang.
Kini sudah sepekan berlalu, Aremania tetap mengawal pengusutan tuntas kasus ini. Sebab luka dan kesedihan para keluarga korban tragedi Kanjuruhan selamanya akan membekas. Atas nama keadilan mereka ingin kasus ini terus diusut hingga tuntas.
Dalam tragedi ini, data resmi pemerintah jumlah korban meninggal dunia mencapai 131 orang dan sekitar 600 orang mengalami luka-luka. Jumlah ini diklaim belum akurat karena data yang dimiliki Aremania jumlah korban melampaui angka itu.