Bebas dari Penjara, Narapidana Terorisme Asal Uighur Dieksekusi?

Ilustrasi narapidana.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Nasional - Seorang narapidana terorisme Poso, Sulawesi Tengah, asal China, yang berasal dari etnis Uighur bernama Ahmet Bozoglan, dilaporkan tidak diketahui keberadaannya setelah bebas dari penjara.

Ahmet Bozoglan dan tiga orang Uighur lainnya divonis antara enam hingga delapan tahun penjara, berikut denda sebesar 100 juta rupiah (US$6.600) oleh Pengadilan Jakarta pada 2015, setelah dinyatakan bersalah, karena memasuki negara dengan menggunakan paspor palsu dan mencoba bergabung atau berafiliasi dengan kelompok militan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang berbasis di Poso.

Kemungkinan Dieksekusi

Sementara itu, seorang peneliti untuk Human Rights Watch berbasis di New York, Andreas Harsono, yang menemani empat warga Uighur, terdakwa dalam kasus terorisme di Poso selama persidangan mereka mengkhawatirkan kondisi terburuk bagi para mantan narapidana, paska mereka menjalani masa tahanan di Indonesia.

Ilustrasi-Narapidana

Photo :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

“Mereka seharusnya tidak dideportasi ke China karena kemungkinan besar mereka akan dieksekusi. Kami tidak percaya sistem hukum di sana adil,” kata Andreas kepada wartawan.

Pada 2020, Bozoglan pernah menyampaikan ketakutannya akan bernasib sama seperti tiga orang Uighur lainnya yakni akan dideportasi ke China setelah menyelesaikan hukuman penjara di Indonesia.

“Saya hanya seseorang yang akhirnya ditahan di Indonesia sambil mencari cara untuk pergi ke Turki, jadi saya meminta bantuan untuk pergi ke Turki atau Eropa atau tempat lain untuk mencari suaka agar saya tidak kembali ke sana. China,” kata Bozoglan kepada Radio Free Asia (RFA).

Tahanan Kabur dari Rutan Salemba, Willy Aditya Sebut Kepala Rutan Dinonaktifkan

Tiga terdakwa asal Uighur lainnya yang dibebaskan dari tahanan Indonesia pada September 2020 diduga telah dideportasi ke China. Ahmet Bozoglan juga diyakini mengalami nasib yang sama.

Berharap Pemerintah Indonesia Lindungi Nyawa WNA

Tujuh Tahanan Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Terkait hal tersebut, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas dalam melindungi sekaligus menyelamatkan nyawa warga negara asing yang enggan kembali ke tanah airnya karena alasan yang jelas, seperti konflik Uighur di China.

Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa, mengatakan pemerintah Indonesia atau negara manapun, seharusnya dapat memenuhi keinginan warga negara asing yang meminta untuk tidak di deportasi ke negara asal mereka, jika memang alasan tersebut kuat atau memenuhi unsur penegakan HAM.

Israel Akan Dapat Dukungan Jauh Lebih Besar dari Trump, Menurut Pengamat

“Seyogyanya keinginan orang-orang seperti Ahmet Bozoglan dipenuhi sebagai bagian dari upaya negara Indonesia, dalam menyelamatkan nyawa umat manusia, sebagaimana termakjum dalam mukadimah UUD 1945,” kata AB Solissa saat dihubungi wartawan, Jumat, 7 Oktober 2022.

Ia menilai situasi dan kondisi muslim Uighur sebagai etnis minoritas di China yang saat ini belum jelas nasibnya, tentunya menjadi ke khawatiran tersendiri bagi orang-orang Uighur seperti Ahmet Bozoglan, yang terlebih dahulu meninggalkan Tiongkok.

Dari berbagai laporan investigasi yang menyajikan fakta beserta barang bukti berupa dokumen, foto maupun video terkait tindak kekerasan yang menjurus pada pelanggaran berat hak asasi manusia terhadap jutaan warga Uighur di Xinjiang, China, tentunya memperlihatkan suasana yang tidak kondunsif di sana.

Apalagi, sebuah laporan Perserikatan Bangs-Bangsa pada bulan Juni 2022 silam mengatakan penindasan China terhadap Uighur dan minoritas Turki lainnya di Daerah Otonomi Uighur barat (XUAR) ‘mungkin’ merupakan kejahatan internasional, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan.

Laporan itu mengatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang serius telah dilakukan otoritas Tiongkok di XUAR dalam konteks penerapan strategi kontra-terorisme dan kontra-ekstremisme pemerintah China.

“Pihak berwenang di wilayah tersebut yang dikontrol Beijing, diyakini telah menahan hampir 2 juta warga Uighur dan minoritas muslim lainnya di jaringan kamp interniran yang luas sejak awal 2017,” kata AB Solissa.

“Jadi wajar jika orang-orang Uighur yang berada di luar China, menolak untuk kembali ke negara asalnya karena takut dengan kekejian China yang kabarnya bukan isapan jempol belaka,” lanjut AB Solissa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya