Kementan: Pelaku Tanaman Hias Belum Paham Soal Ekspor

Ilustrasi tanaman hias.
Sumber :
  • Freepik/senivpetro

VIVA Nasional – Sub Koordinator Benih Ekspor dan Antar Area, Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Newani Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian, Aulia Nusantara, mengatakan minimnya pemahaman tentang sertifikasi kesehatan tanaman (phytosanitary certificate/PC), para pelaku usaha tanaman hias masih banyak yang belum mengerti bahwa persyaratan ekspor di setiap negara tujuan berbeda-beda. 

Bea Cukai Berikan Fasilitas Kawasan Berikat untuk PT Super Optics Jakarta Indonesia

Contohnya, ekspor tanaman hias berjumlah lebih 12 batang ke Amerika Serikat harus memiliki izin impor yang diterbitkan menteri pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian. 

Tanaman hias kuping gajah

Photo :
  • Twitter @ErnyDiyani
Bea Cukai Lepas Ekspor Kacang Tunggak dan Aneka Olahan Ikan Senilai Rp63,3 Miliar ke Belanda

“Australia paling ketat karena selain harus bebas dari OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dan dokumen fitosanitari, tanaman yang sampai di Australia tidak bisa langsung diambil atau di-release oleh custom (beacukai) sana. Tapi harus didiamkan selama 3 bulan di fasilitas karantina pemerintah Australia,” kata Aulia, Selasa, 4 Oktober 2022.

Karena itu, masih ditemukan kasus penolakan atau bahkan pengembalian tanaman ke negara asal karena misinformasi tersebut.

Sebanyak Ini Mobil Baru yang Dibuat di RI, Sebagian Ekspor ke Luar Negeri

David Koeswoyo dan koleksi tanaman hiasnya

Photo :
  • Instagram

“Kalau tidak memenuhi persyaratan negara tujuan itu akan ada notifikasi ketidaksesuain, sseperti teguran dari negara tujuan bahwa ini lho tanaman yang dikirim tidak sesuai dengan syarat kami. Kemudian penolakan. Biasanya notifikasi ketidaksesuaian disertai dengan tindakan penolakan atau direekspor (ke negara asal),” kata Aulia. 

Meski Barantan menyediakan dukungan penuh bagi para calon eksportir atau eksportir tanaman hias, seperti bimbingan teknis dan sosialisasi, namun para pelaku usaha disarankan gigih mencari informasi secara mandiri.

Aktivitas penjual tanaman hias di GBK, Senayan.

Photo :
  • Foe Peace - VIVA.co.id

“Karena katakanlah sekali ada eksportir yang tidak comply (patuh) dengan persyaratan yang ditentukan, dampaknya akan ke mana-mana. Bukan hanya ke dia, eksportir lain juga bisa kena. Bahkan negara kita bisa di-banned (dilarang) untuk kasus tanaman-tanaman jenis tertentu,” kata dia.

Pemilik RAV House PT Ravindo Sukses Mulia Redi Fajar Kurniawan menambahkan, dalam lima tahun terakhir, tren hobi tanaman hias meningkat. Penyebabnya, selain ada pandemi Covid-19 yang memaksa orang banyak beraktivitas di rumah, juga dipicu oleh kalangan milenial yang lebih memilih merawat tanaman hias ketimbang hewan peliharaan. 

“(Data) sales kami selama 2019, 2020, dan 2021 (mencermikan itu). Jadi di April sampai Agustus 2020 itu terjadi peningkatan yang sangat-sangat signifikan dalam hal value yang kita ekspor,” kata Redi.

Saat ini pasar tanaman hias secara global mencapai US$27 miliar atau sekitar Rp400 triliun dengan Belanda mendominasi di urutan pertama. Sementara Indonesia masih kalah dari negara Asia lain, seperti Thailand dan Vietnam, meski Indonesia memiliki plasma benih lebih beragam. 

Tanaman hias.

Photo :
  • susterseksi.blogspot.com

Salah satu persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah Indonesia adalah belum adanya pemahaman dari eksportir dan para pihak lain terkait phytosanitary di negara tujuan. Akibatnya, ekspor tanaman hias menghadapi penolakan di negara tujuan.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya