Fakta-fakta Pertemuan Lukas Enembe-Jenderal Tito di Rumah Kepala BIN
- VIVA/Aman Hasibuan
VIVA Nasional – Kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening mengklaim ada motif politik di balik penetapan kliennya sebagai tersangka kasus gratifikasi sebesar Rp 1 miliar. Motif politik itu terendus dari munculnya upaya mengganjal Lukas Enembe maju di Pilkada Papua tahun 2018.
Menurut kuasa hukum, tahun 2017, Enembe sempat melakukan pertemuan dengan Kepala BIN Budi Gunawan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpauw.
Pertemuan berlangsung di rumah dinas Kepala BIN Budi Gunawan, difasilitasi Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala BIN Daerah Papua Brigjen Napoleon pada 4 September 2017. Foto-foto pertemuan itu ramai beredar pada 14 September 2017, sebelum pendaftaran Pilgub Papua 2018.
Berikut adalah fakta-fakta pertemuan tersebut:
1. Kursi Wagub Papua
Dalam pertemuan itu, kuasa hukum Enembe menyebut Kepala BIN Budi Gunawan diduga menyodorkan surat pernyataan yang berisi enam kesepakatan, antara lain sepakat menerima Irjen Paulus Waterpauw sebagai wakil Gubernur untuk mendampingi Lukas Enembe di dalam kontestasi Pilkada 2018.
"Namun begitu rencana tersebut gagal, lantaran Paulus Waterpauw tidak mendapatkan dukungan partai politik," ujarnya
Stefanus Roy menambahkan parpol saat itu menginginkan Lukas Enembe dan Klemen Tinal melanjutkan kepemimpinan Papua pada periode tahun 2018-2023.
Setelah lebih dari setahun kursi wakil gubernur Papua kosong sepeninggal Klemen Tinal yang wafat pada 21 Mei 2021, kursi Wagub Papua kembali memanas.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat, Andi Arief bahkan mengungkap kursi panas Wagub Papua menjadi dalih penetapan tersangka Lukas Enembe. Andi menyebut Enembe tersangka setelah dia menolak kursi Wakil Gubernur Papua diisi orang pilihan Presiden Jokowi.
"Pak Prof @mohmahfudmd kami terus bantu KPK selama murni penegakan hukum. Meski, ancaman pada Pak LE dan calon wakil Gubernur Yunus Wonda muncul setelah Pak LE tolak Jendral Waterpau usulan Pak Jokowi, karena Waterpau tak dapat dukungan partai meski maunya Presiden Jokowi," kata Andi dalam akun twitternya, Jumat 23 September 2022.
2. Dipaksa Berpasangan dengan Paulus Waterpauw
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai prihatin dengan pertemuan antara Gubernur Papua Lukas Enembe dengan Kepala BIN Budi Gunawan pada 4 September 2017. Menurut dia, dalam pertemuan ini juga dihadiri oleh Kapolda Sumatera Utara Paulus Waterpauw.
Natalius Pigai mengaku sudah bertemu dengan Lukas Enembe, Ketua DPR Papua, Ketua MRP Papua dan Ketua Relawan Lukas Enembe. Menurut Pigai, Lukas Enembe berada dalam kondisi membahayakan, dalam tekanan.
Lukas Enembe dipaksa untuk berpasangan dengan Paulus Waterpauw dalam Pemilihan Gubernur Papua, untuk kemudian memenangkan Joko Widodo di Pemilu 2019.
"Kepentingan BIN terkait politik ini apa? dan BIN kerja untuk Partai Politik apa? Bahkan BIN kerja untuk kepentingan calon Presiden siapa? Apakah tindakan itu adalah tugas badan Inteligen negara? Kalau itu yang terjadi maka BIN lebih cenderung menjadi alat kekuasaan bukan alat negara. Kita harus selamatkan Badan Intelijen Negara ini," kata Pigai
"Komnas HAM sebagai lembaga penjaga kemanusiaan harus selamatkan seorang putra terbaik bangsa Papua ini," sambungnya
3. Klarifikasi Enembe
Gubernur Papua Lukas Enembe membenarkan pertemuan dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kepala BIN Budi Gunawan, dan Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpauw. Namun, dia membantah bila pertemuan itu dalam rangka Pilkada 2018 atau Pilpres 2019 khususnya memenangkan Jokowi.
"Bukan itu (dipasangkan dengan Paulus dan memenangkan Jokowi)," ujarnya saat dihubungi, Jumat, 15 September 2017.
Lukas mengakui pertemuan itu memang terjadi, tepatnya di rumah Kepala BIN di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 5 September lalu. Menurutnya, banyak hal yang dilaporkan dan dibahas bersama Kepala BIN salah satunya mengenai kejadian paska Pilkada Serentak 2017.
Pada saat itu, ada beberapa kabupaten/kota di Papua yang melaksanakan pemilihan. Lukas meminta kepada Kepala BIN agar disampaikan kepada Mendagri Tjahjo Kumolo untuk segera dilakukan pelantikan.
"Bahkan ada lima wilayah yang PSU (pemilihan suara ulang). Sesuai putusan MK (Mahkamah Agung) harus segera dilantik. Saya meminta arahan agar tidak terjadi bentrok nanti," katanya.
Lalu, mereka juga membahas mengenai pelaksanaan otonomi khusus di Papua yang tinggal 6 tahun lagi. Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah pusat menyiapkan grand design.
4. Disomasi Waterpauw
Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw melayangkan somasi kepada tim Kuasa Hukum Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) terkait tudingan keterlibatan dirinya dalam proses penetapan tersangka KPK terhadap Lukas Enembe
"Somasi sudah dilayangkan kepada tim kuasa hukum LE agar segera memberikan klarifikasi dalam waktu 2 kali 24 jam. Jika tidak ada tanggapan, maka langkah hukum pencemaran nama baik akan kami tempuh," kata Paulus Waterpauw di Manokwari, Senin malam.
Waterpauw mengatakan somasi terhadap tim kuasa hukum Lukas Enembe merupakan mekanisme (hak jawab) atas tudingan sepihak yang dinilainya sebagai wacana kosong tak berdasar dan berpotensi pencemaran nama baik.
"Saya mengingatkan tim kuasa hukum LE, agar tidak terlalu jauh membuat wacana yang tidak berdasar, tetapi hadapilah proses hukum yang sedang berjalan," ujarnya
Ia mengatakan, bahwa semua warga negara Indonesia sama dimata hukum dan wajib taat hukum. "Jangankan gubernur, menteri juga ada yang terjerat hukum, dan itu sesuatu yang normatif bagi setiap warga negara. Kalau sudah terjerat dalam dugaan gratifikasi dan tindak pidana korupsi, yah dihadapi saja jangan dipolitisir dengan satu dan lain hal," ujar Waterpauw.
Sebagai sesama putra asli Papua, Waterpauw menyebut perilaku koruptif pejabat Papua sangat merusak citra generasi muda Papua ke depan.
"Kita sama-sama anak adat, 'jangan bikin diri inti'. Kalau sudah berhadapan hukum, silakan dihadapi karena perbuatan seperti itu tidak mendidik dan merusak citra anak-anak Papua," tegasnya.