Koruptor Dapat Remisi Gara-gara Donor Darah, KPK: Tak Logis
- VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham.
VIVA Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti soal pemberian remisi terhadap narapidana (napi) korupsi. KPK menilai, pemberian remisi dan pembebasan bersyarat untuk para koruptor harusnya tidak hanya berdasarkan pada penilaian di dalam Lembaga Permasyarakatan (Lapas).
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron ingin pemberian remisi ini juga dilihat berdasarkan perilaku para koruptor selama masa penyelidikan, penyidikan hingga persidangan. Menurutnya, tidak logis jika remisi itu diberikan hanya berdasarkan perspektif selama menjalani pembinaan di lapas, termasuk saat para koruptor melakukan donor darah hingga membatik.
"Kan tidak logis kalau kemudian remisinya seakan-akan hanya remisi dalam perspektif masa pembinaan di lapas saja. Apalagi, misalnya dianggap sudah memiliki kontribusi bagi negara dan kemanusiaan ketika sudah donor darah, pandai membatik dan lainnya. Itu kan padahal perilakunya itu perilaku yang sebelumnya, saat proses peradilan pidana, penyelidikan dan penyidikan. Mereka ini tersangka korupsi yang merugikan uang rakyat dan kepentingan orang banyak," kata Ghufron kepada wartawan, Jumat, 16 September 2022.
Ghufron menjelaskan, remisi dan pembebasan bersyarat yang merupakan hak narapidana ini harus diberikan secara proporsional sesuai dengan Pasal 10 Undang-undang Pemasyarakatan. Namun, jika dikonversi dengan kegiatan seperti donor darah, Ghufron menyebut remisi dan bebas bersyarat itu justru tidak proporsional pelaksanannya.
"Kalau kemudian dikonversi hanya dengan donor darah, itu kan sangat tidak proporsional. Maksudnya apa proporsional itu? Ya harus seimbang antara perbuatannya yang mencederai publik dan merugikan Indonesia, khususnya rakyat dengan kemudian pembinaan yang masanya mohon maaf kadang hanya 4 tahun sudah dianggap terpulihkan," jelasnya.
Maka dari itu, Ghufron meminta kedepannya pemberian remisi dan bebas bersyarat khususnya ke para koruptor itu dilakukan dengan proporsional dan terbuka. Ia meminta, pemberian remisi ini sesuai dengan prinsip pemasyarakatan yang telah ditetapkan.
"Proses peradilan pidana kan terbuka, semuanya terbuka, kok kemudian proses pemberian remisi dan bebas bersyarat itu kita tidak tahu dan tiba-tiba sudah bebas. Kami hormati bahwa hak narapidana untuk mendapatkan remisi dan bebas bersyarat, tapi kita juga harus taat pada prinsip pemasyarakatan yaitu proporsional. Seimbang dengan perilakunya," pungkas Ghufron.
Untuk diketahui, sebanyak 23 narapidana (napi) korupsi dinyatakan bebas bersyarat pada Selasa, 6 September 2022. Beberapa koruptor yang menerima remisi dan pembebasan bersyarat itu di antaranya, mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari, mantan Hakim MK Patrialis Akbar hingga adik Ratu Atut, Tubagus Chaeri Wardana Chasan bin Chasan (Wawan).
Berikut merupakan daftar lengkap 23 narapidana korupsi yang mendapat pembebasan bersyarat:
Lapas Kelas IIA Tangerang:
1. Ratu Atut Chosiyah binti almarhum Tubagus Hasan Shochib,
2. Desi Aryani bin Abdul Halim,
3. Pinangki Sirna Malasari, dan
4. Mirawati binti H Johan Basri.
Lapas Kelas I Sukamiskin:
1. Syahrul Raja Sampurnajaya bin H Ahmad Muchlisin,
2. Setyabudi Tejocahyono,
3. Sugiharto bin Isran Tirto Atmojo,
4. Andri Tristianto Sutrisna bin Endang Sutrisno,
5. Budi Susanto bin Lo Tio Song,
6. Danis Hatmaji bin Budianto,
7. Patrialis Akbar bin Ali Akbar,
8. Edy Nasution bin Abdul Rasyid Nasution,
9. Irvan Rivano Muchtar bin Cecep Muchtar Soleh,
10. Ojang Sohandi bin Ukna Sopandi,
11. Tubagus Cepy Septhiady bin TB E Yasep Akbar,
12. Zumi Zola Zulkifli,
13. Andi Taufan Tiro bin Andi Badarudin,
14. Arif Budiraharja bin Suwarja Herdiana,
15. Supendi bin Rasdin,
16. Suryadharma Ali bin HM Ali Said,
17. Tubagus Chaeri Wardana Chasan bin Chasan,
18. Anang Sugiana Sudihardjo,
19. Amir Mirza Hutagalung bin HBM Parulian.