Penolakan Pendirian Gereja di Cilegon Tuai Kritik
- ANTARA FOTO/Eric Ireng
VIVA Nasional - Sebuah kelompok yang menamakan diri sebagai Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon, dan juga ditandatangani oleh wali kota dan wakil wali kota Cilegon, menolak pendirian gereja di kota tersebut. Said Aqil Siroj (SAS) Institute pun memberikan tanggapan.
Melanggar Konstitusi
Direktur Eksekutif SAS Institute, Sa’dullah Affandy, mengatakan apa yang dilakukan wali kota dan wakil wali kota Cilegon dengan ikut menandatangani penolakan pendirian gereja adalah jelas pelanggaran terhadap konstitusi yakni UUD pasal 29 ayat 2 yang menjamin setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadat berdasarkan agama dan kepercayaaannya.
Ikuti Desakan Kelompok Intoleran
Sa'adullah mengatakan apa yang dilakukan wali kota dan wakil wali Kota Cilegon dengan ikut menyetujui penolakan pendirian gereja, lebih karena mengikuti desakan warga atau kelompok yang intoleran, dan kurang mempertimbangkan konstitusi, HAM, PMB 2 Menteri tentang pendirian tempat ibadah.
"Ini jelas tidak benar," katanya.
Upaya Makar
Bila ada alasan historis yang melatarbelakangi penolakan gereja tersebut atau penolakan itu didasari pada Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/ SK/1975, tanggal 20 Maret 1975, yang mengatur tentang Penutupan Tempat Jemaah Bagi Agama Kristen dalam daerah Kabupaten Serang, sekarang Cilegon, maka alasan apapun, ia menambahkan seharusnya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi.
"Selama daerah itu masih dalam NKRI maka harus tunduk kepada konstitusi. Maka SK Bupati tersebut harus dibatalkan, karena ini dapat dinilai sebagai upaya makar," katanya.