Kasasi Ditolak, 2 Polisi Penembak Laskar FPI di KM 50 Tetap Bebas

Dua polisi penembak laskar FPI divonis lepas oleh hakim
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Nasional – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi jaksa penuntut umum (JPU) terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam perkara dugaan tindak pidana pembunuhan di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. 

PN Jaksel dalam putusannya memvonis lepas Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan, dua polisi terdakwa penembakan laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50.

Dua polisi penembak laskar FPI sujud usai divonis bebas oleh hakim

Photo :
  • Istimewa

“Amar putusan tolak,” bunyi putusan kasasi yang dikutip dari situs resmi MA, Senin, 12 September 2022. 

Putusan tersebut ditetapkan oleh majelis hakim yang diketuai Desnayeti, serta beranggotakan Gazalba Saleh dan Yohanes Priyana.

Dengan putusan tersebut, Ipda M Yusmin Ohorella tetap divonis lepas dari hukuman pidana atas kasus penembakan laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Mahkamah Agung Republik Indonesia / MA RI atau MA

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim PN Jaksel memutuskan dua polisi terdakwa pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) terhadap laskar FPI lepas dari hukuman pidana, kendati dakwaan primer jaksa terbukti.

Kabag Ops Polres Solok Selatan Tembak Kasat Reskrim, Tambang Galian C Jadi Pemicu?

Perbuatan Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella tidak dapat dikenai pidana karena masuk dalam kategori pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas.

Dengan begitu, Briptu Fikri dan Ipda Yusmin tidak dapat dijatuhi pidana karena alasan pembenaran dan pemaaf.

Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, 9 Selongsong Peluru Ditemukan di TKP

Hasil Investigasi Komnas HAM Terkait Penembakan Laskar FPI,,,Beka Ulung Hapsara

Photo :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menjelaskan alasan pembenaran itu menghapus perbuatan melawan hukum yang dilakukan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin, sementara alasan pemaaf menghapus kesalahan kedua polisi tersebut.

Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kabag Ops Tembak Kasat Reskrim

Tindakan melawan hukum terdakwa yakni merampas nyawa orang lain dengan menembak empat anggota FPI di dalam mobil Xenia milik polisi pada 7 Desember 2020. Perbuatan pidana itu, sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP, masuk dalam dakwaan primer jaksa.

Mengenai itu, majelis hakim berpendapat seluruh unsur dalam dakwaan primer jaksa terbukti, tetapi perbuatan itu merupakan upaya membela diri. Dengan demikian, kedua polisi tersebut tidak dapat dihukum, sehingga dilepaskan dari segala tuntutan hukum.

Atas putusan itu, jaksa penuntut umum (JPU) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum Kejagung) mengajukan kasasi ke MA. Jaksa menganggap dalam putusan majelis hakim PN Jaksel terdapat kesalahan-kesalahan yang termasuk dalam ketentuan dari Pasal 253 ayat (1) KUHAP sebagai syarat pemeriksaan kasasi.

Jaksa menyebut majelis hakim tidak cermat dalam menerapkan hukum pembuktian sehingga terdapat kekeliruan dalam menyimpulkan dan mempertimbangkan fakta hukum dari alat bukti keterangan saksi-saksi, ahli, serta surat yang telah dibuktikan dan dihadirkan oleh penuntut umum di persidangan.

“Sehingga membuat kesimpulan bahwa perbuatan terdakwa Briptu Fikri Ramadan dan terdakwa Ipda Yusmin Ohorella dalam melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primer tersebut dikarenakan pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangannya pada Maret 2022. 

Lebih lanjut, JPU menilai majelis hakim mengambil pertimbangan dalam keputusan didasarkan pada rangkaian kebohongan atau cerita karangan yang dilakukan oleh terdakwa Briptu Fikri Ramadan dan terdakwa Ipda Yusmin Ohorella.

“Tidak didasarkan atas keyakinan hakim itu sendiri dan alat bukti," ujarnya.

Karena itu JPU mengajukan kasasi terhadap putusan a quo yang melepaskan terdakwa Briptu Fikri Ramadan dan terdakwa Ipda Yusmin Ohorella dari segala tuntutan hukum.

"Dalam rangka mencari kebenaran materiil oleh Mahkamah Agung RI sebagai benteng peradilan tertinggi," kata Ketut Sumedana.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya