Kemenag Minta Wali Kota Cilegon Fasilitasi Pembangunan Rumah Ibadah

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama, Wawan Djunaedi
Sumber :
  • Kemenag

VIVA Nasional – Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama, Wawan Djunaedi mengatakan semua kepala daerah termasuk Wali Kota Cilegon, Helldy Agustian harus berupaya semaksimal mungkin memenuhi hak-hak konstitusi setiap penduduk, termasuk hak beragama dan berkeyakinan.

Menurut dia, sikap Kepala Daerah harusnya merujuk aturan terkait pendirian rumah ibadah yakni Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PMB) Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006. PMB mengatur bahwa pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif, dan persyaratan teknis bangunan gedung.

Setelah itu, kata dia, ada juga persyaratan khusus yang harus dipenuhi terkait pendirian rumah ibadah. Pertama, daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat. Kedua, dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa.

Gedung Kemenag RI, MH Thamrin

Photo :
  • vivanews/Andry

Ketiga, rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Keempat, rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota. Jika persyaratan pertama terpenuhi sedangkan persyaratan kedua belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.

“Jadi, tidak ada alasan apapun bagi kepala daerah untuk tidak memfasilitasi ketersediaan rumah ibadat ketika calon pengguna telah mencapai 90 orang,” kata Wawan di Jakarta pada Jumat, 9 September 2022.

Oleh karena itu, kata Wawan, Kementerian Agama mendorong Wali Kota untuk membentu Desk Bersama yang terdiri atas kepala daerah, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Kementerian Agama, pemuka agama, tokoh masyarakat, Forkompinda, dan ormas sebagai upaya pemecahan masalah.

Dia menilai, berbagai pihak perlu mendapatkan informasi yang sangat baik bahwa Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK1975 tanggal 28 Maret 1975 sudah tidak relevan lagi untuk dijadikan dasar penolakan pendirian gereja.

Menag Nasaruddin Umar: Guru Adalah Obor Penyinar Kegelapan

Pertama, regulasi tersebut diterbitkan saat komposisi penduduk muslim daerah Cilegon sebesar 99 persen, sebagaimana disebutkan pada konsideran menimbang pada SK Bupati dimaksud. Sementara, situasi kota Cilegon sekarang sudah berubah.

Berdasarkan data sensus BPS tahun 2010, kompisisi umat Kristen di Cilegon telah mencapai 16.528.513, sementara umat Katolik mencapai 6.907.873. Jumlah tersebut setara dengan 9,86 persen. Sementara; komposisi umat nonmuslim secara keseluruhan mencapai 12,82 persen.

Cegah Judi Online, Kemenag Kerahkan 5.940 KUA dan Penyuluh Agama

“Bertumpu pada data jumlah penganut agama Kristen di atas, tentu ikhtiyar untuk pendirian rumah ibadah sudah memenuhi kebutuhan nyata,” jelas dia.

Helldy Agustian.

Photo :
  • VIVA / Yandi Deslatama (Serang)
Kemenag Selenggarakan Forum Sharia Internasional yang Dihadiri 14 Negara, Ini yang Jadi Pembahasan

Kedua, konsideran menimbang SK Bupati tahun 1975 juga merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 1/BER/mdn-mag/1969 yang keberadaannya sudah dicabut dan digantikan dengan PMB Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

Dalam hukum, ada asas lex posterior derogat legi priori, yakni hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama. “Yang berlaku saat ini adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006,” ujarnya.

Ketiga, kata dia, SK Bupati tahun 1975 diterbitkan dalam konteks merespon Perguruan Mardiyuana sebagai bangunan, bukan rumah ibadah. Sementara waktu itu, Perguruan Mardiyuana dipergunakan sebagai gereja. Oleh karenanya, penganut agama Kristen diarahkan untuk menunaikan ibadah di gereja-gereja yang ada di Kota Serang.

Dengan demikian, Wawan mengatakan pihaknya telah bertemu dan diskusi soal ini dengan Wali Kota Cilegon pada April 2022. Diharapkan, Pemerintah Kota Cilegon untuk memedomani Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

“Kami juga juga mengajak FKUB sebagai lembaga kerukunan umat beragama dan seluruh komponen masyarakat untuk kembali berpegang pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tandasnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya