Sidang Kasus Izin Ekspor CPO, Terdakwa Ajukan Keberatan Dakwaan Jaksa

Kejaksaan Agung menetapkan Lin Che Wei sebagai tersangka korupsi minyak goreng
Sumber :
  • Kejaksaan Agung

VIVA Nasional – Terdakwa kasus dugaan korupsi dalam penerbitan persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) Lin Che Wei, mengajukan sejumlah keberatan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang perkara kasus tersebut.

Kejagung Bantah Kriminalisasi Jaksa Jovi di Tapsel: Seolah-olah Dia Pendekar Hukum dan Kebenaran

Keberatan tersebut dituangkan dalam eksepsi yang dibacakan oleh Tim Kuasa Hukum Lin Che Wei saat persidangan di Pengadialan Tindak Pidana Koruspi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Alasan kami mengajukan eksepsi karena Surat Dakwaan terhadap Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei disusun secara tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sebagaimana dimaksud oleh Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP. Kami juga memandang dakwaan terhadap Lin Che Wei salah sasaran dan ini bukan perkara korupsi, sehingga Pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili," kata Penasihat Hukum Lin Che Wei, Maqdir Ismail, Selasa, 6 September 2022.

KPK Sita Rumah Mewah di Medan Terkait Korupsi Pengadaan Lahan di Rorotan Jakarta Utara

Tersangka Lin Che Wei digiring ke mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus ekspor CPO di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa 17 Mei 2022.

Photo :
  • Antara

Menurut Maqdir, dalam surat dakwaan, JPU menyatakan bahwa perbuatan Lin Che Wei telah menyebabkan kenaikan dan kelangkaan minyak goreng. Padahal, perbuatan terdakwa tidak ada hubungannya dengan kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng. 

Jaksa Dakwa Eks Sekretaris Basarnas Rugikan Negara Rp20,4 Miliar

Menurut Maqdir, Lin Che Wei justru dihubungi oleh Menteri Perdagangan Mohammad Lutfi untuk menjadi teman diskusi dan membantunya mengatasi kelangkaan minyak goreng yang terjadi setelah Kementerian Perdagangan menetapkan harga eceran tertinggi (HET).

Lin Che Wei, dianggap bukanlah pihak yang memiliki kewenangan, tugas, dan tanggung jawab untuk menerapkan kewajiban DMO maupun menerbitkan Persetujuan Ekspor. Hal itu sepenuhnya berada pada Kementerian Perdagangan sehingga tidak seharusnya Lin Che Wei didudukkan sebagai terdakwa.

Karena itulah kuasa hukum menilai Surat Dakwaan terhadap Lin Che Wei ini error in persona.

Sidang dakwaan kasus korupsi persetujuan ekspor minyak goreng

Photo :
  • VIVA/Riyan Rizki

Lebih lanjut Maqdir mengatakan, dakwaan terhadap Lin Che Wei dengan menggunakan Pasal 18 Undang-Undang Tipikor bukan hanya berlebihan, tetapi justru melawan hukum. Sebab, tidak ada fakta bahwa ada uang ataupun barang yang diperoleh oleh Lin Che Wei karena telah membantu Menteri Perdagangan.

"Motif Terdakwa Lin Che Wei membantu Menteri Perdagangan karena niat baik untuk membantu kesulitan yang dialami akibat krisis minyak goreng, bukan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi Hal ini juga dinyatakan dalam Surat Dakwaan bahwa Lin Che Wei tidak mendapat fee dari bantuan yang diberikannya. Tidak ada harta atau kekayaan yang dia terima, selain nama buruk karena didakwa melakukan korupsi dan diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor," ujar Maqdir.

JPU dalam surat dakwaan juga menuduh Lin Che Wei yang mengusulkan agar syarat persetujuan ekspor berupa pemenuhan realisasi distribusi  dalam negeri (domestic market obligation/DMO) yang telah di tetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8/2022 diubah atau dikembalikan sebagaimana Permendag Nomor  tahun 2022. 

"Justru, pihak yang mengusulkan telah di jelaskan oleh JPU dalam surat dakwaan, yaitu Saudara Lie Tju Tjien/Chin Wilmar dan Thomas Muskim  dari Wilmar Group serta pengusaha lainya yang menyampaian keberatan dan merasa terbebani atas persyaratan DMO. Artinya, Lin Che Wei telah didakwa atas perbuatan orang lain," ujar Maqdir.

Sidang korupsi tata niaga timah

Perbedaan Data Kerugian Lingkungan Kasus Korupsi Tata Niaga Timah Sorot Perhatian di Persidangan

Saksi ahli mengungkapkan bahwa kerugian lingkungan dalam kasus ini hanya mencapai Rp 150 triliun, jauh berbeda dari angka Rp 271 triliun yang dilaporkan BPKP.

img_title
VIVA.co.id
16 November 2024