Bareskrim Sita Rp8 Miliar Terkait Kasus ACT
- VIVA/Yeni Lestari
VIVA Nasional – Tim Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, telah melakukan penyitaan sebesar Rp8 miliar dalam kasus dugaan penggelapan dana yang dikelola oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Nurul Azizah mengatakan penyidik telah bekerja sama dengan akuntan publik untuk melakukan audit keuangan Yayasan ACT. Makanya, ada sejumlah uang yang disita senilai Rp8 miliar.
“Data terbaru penyidik berhasil mengamankan blokir sejumlah dana yang tersita sebesar Rp3 miliar di beberapa rekening Yayasan ACT. Selain itu, ditemukan dana sebesar Rp5 miliar yang juga akan dilakukan pemblokiran,” kata Nurul di Mabes Polri pada Selasa, 2 Agustus 2022.
Selain itu, Nurul mengatakan penyidik telah melakukan penelusuran terhadap 843 rekening informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait rekening empat orang tersangka serta afiliasinya.
Empat orang tersangka yakni Ahyudin (A) sebagai mantan Presiden dan Pendiri ACT; Ibnu Khajar (IK) selaku Presiden ACT saat ini. Hariyana Hermain (HH) selaku pengawas Yayasan ACT tahun 2019 dan saat ini sebagai anggota pembina ACT saat ini; serta Novariadi Imam Akbari (NIA) selaku mantan Sekretaris dan saat ini menjabat Ketua Dewan Pembinan ACT.
“Status rekening tersebut dilakukan pemblokiran lanjutan oleh penyidik sesuai kewenangan dalam undang-undang TPPU,” ujarnya.
Bukan cuma itu, kata Nurul, penyidik juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk meminta klarifikasi terkait adanya 777 rekening milik ACT. Karena menurut dia, hal tersebut untuk mengetahui rekening mana yang terdaftar dan tidak terdaftar.
“Hasil rapat koordinasi di Kemensos, penyidik akan melakukan klarifikasi dan penelusuran 777 rekening Yayasan ACT untuk mengetahui rekening mana yang terdaftar dan tidak terdaftar di Kemensos sebagai rekening resmi yayasan,” jelas dia.
Atas perbuatannya, keempat orang tersangka dijerat Pasal 137 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45a Ayat (1) juncto Pasal 28 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2012 Tentang ITE.
Selain itu, tersangka juga dijerat Pasal 70 Ayat (1) dan (2) juncto Pasal 5 UU Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 3,4 dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP, dengan ancaman penjara 20 tahun untuk TPPU, dan penggelapan 4 tahun penjara.