Bareskrim: ACT Terima Donasi Rp2 Triliun Sejak 2005, Dipotong Rp450 M
- Ahmad Farhan Faris/VIVA.
VIVA Nasional – Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan penyidik Bareskrim menemukan fakta, bahwa dana yang dikelola Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) senilai Rp103 miliar. Fakta lainnya, kata dia, penyidik temukan yayasan ini kelola dana umat hingga triliunan rupiah.
“Hasil penyelidikan ditemukan fakta bahwa ternyata dana yang dikelola oleh Yayasan ACT selain Rp103 miliar. Penyidik juga menemukan fakta yayasan ini mengelola dana umat yang nilainya sebesar kurang lebih Rp2 triliun. Atas dana tersebut dari Rp2 triliun, dilakukan pemotongan sebesar kurang lebih Rp400 miliar,” kata Ramadhan di Mabes Polri pada Jumat, 29 Juli 2022.
Namun, kata dia, para tersangka berdalih pemotongan tersebut untuk biaya operasional. “Mana sumber anggaran operasional didapat dari pemotongan yang dilakukan oleh pengurus yayasan,” ujarnya.
Pada tahun 2015 sampai 2019, lanjut dia, dasar yang dipakai oleh yayasan untuk memotong adalah surat keputusan dari pengawas dan pembina ACT dengan pemotongan berkisar 20-30 persen. Tahun 2020 sampai sekarang, berdasarkan opini Komite Dewan Syari'ah Yayasan ACT itu pemotongannya sebesar 30 persen.
“Sehingga, total donasi yang masuk ke Yayasan ACT dari tahun 2005 sampai 2020 sekitar Rp2 triliun. Dari Rp2 triliun ini, donasi yang dipotong senilai Rp450 miliar atau sekitar 25 persen dari seluruh total yang dikumpulkan,” jelas dia.
Sementara Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan penyidik menduga adanya penyelewengan dana ACT yang cukup besar dari tahun 2015 sampai 2022.
“Karena ini juga terkait dengan dugaan penyelewengan dana ACT yang cukup besar, bagaimana kami melihat data bahwa ada Rp2 triliun yang dikelola oleh ACT dan ada sekitar Rp450 miliar yang diduga diselewengkan,” ucapnya.
Diketahui, empat orang yang ditetapkan tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim selama 20 hari kedepan, yakni Ahyudin (A) sebagai mantan Presiden dan Pendiri ACT; Ibnu Khajar (IK) selaku Presiden ACT saat ini.
Hariyana Hermain (HH) selaku pengawas Yayasan ACT tahun 2019 dan saat ini sebagai anggota pembina ACT saat ini; serta Novariadi Imam Akbari (NIA) selaku mantan Sekretaris dan saat ini menjabat Ketua Dewan Pembinan ACT.
Atas perbuatannya, keempat orang tersangka dijerat Pasal 137 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45a Ayat (1) juncto Pasal 28 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2012 Tentang ITE.
Selain itu, tersangka juga dijerat Pasal 70 Ayat (1) dan (2) juncto Pasal 5 UU Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 3,4 dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP, dengan ancaman penjara 20 tahun untuk TPPU, dan penggelapan 4 tahun penjara.