DPR Minta Kemendikbud Tak Asal dalam Penyusunan Buku Pelajaran Sekolah
- VIVA.co.id/Edwin Firdaus
VIVA Nasional - Buku cetak Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) SMP kelas 7 ditarik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk direvisi lantaran ada kesalahan materi. Komisi X DPR mengingatkan Kemendikbudristek untuk cermat dan berhati-hati dalam menyusun materi buku-buku pelajaran sekolah.
Soal Konsep Ketuhanan dan Trinitas
Adapun kesalahan materi dari buku PPKN SMP kelas 7 yakni mengenai konsep Ketuhanan dan Trinitas dalam agama Kristen. Permasalahan ini ramai disorot di media sosial hingga membuat sejumlah pihak melontarkan protes.
“DPR menyayangkan sekaligus mengingatkan Kemendikbudristek untuk selektif dalam menentukan penulis buku, apapun jenis bukunya, terutama yang akan menjadi pegangan wajib bagi siswa,” kata Anggota Komisi X DPR, Andreas Hugo Pareira, Jumat, 29 Juli 2022.
Baca juga: Viral, Soal di Buku Agama: Pak Ganjar Tak Pernah Bersyukur dan Salat
Minta Kemendikbud Libatkan Pakar
Komisi di DPR yang membidangi urusan pendidikan ini meminta Kemendikbudristek melibatkan pakar dari berbagai latar belakang untuk setiap penyusunan materi pembelajaran. Hal ini, kata Andreas, guna menghindari terjadinya kekeliruan materi di buku pelajaran sekolah.
“Khusus menyangkut agama, sebaiknya melibatkan penulis yang benar-benar mempunyai keahlian dalam agama dan sebaiknya dari agama yang sama dengan bidang keagamaan yang ditulis,” katanya.
“Ini untuk menghindari ketidakpahaman yang memicu kecurigaan antar-pemeluk agama,” lanjut Andreas.
Legislator dari Dapil NTT I itu pun mengingatkan penyusunan buku pelajaran harus melalui proses verifikasi sebelum resmi diedarkan. Andreas mengungkap buku pelajaran tidak boleh asal dibuat karena bisa berdampak fatal.
“Menulis tentang agama sebaiknya juga tidak menyangkut dogma dalam agama tetapi lebih menyangkut pemahaman informasi umum tentang agama tertentu,” katanya.
Khawatir Informasi Sesat
Sekalipun dalam proses revisi buku PPKN kelas 7 Kemendikbud melibatkan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Andreas khawatir muatan materi sebelumnya telah diterima siswa sehingga memungkinkan terjadinya informasi sesat.
“Seharusnya Kemendikbud melibatkan pakar atau ahli yang memang kompeten di bidangnya sejak awal penyusunan buku materi pelajaran,” kata Andreas.