Pendiri ACT Ahyudin Terima Status Sebagai Tersangka

Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin didampingi pengacaranya memberikan keterangan kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa, 12 Juli 2022.
Sumber :
  • ANTARA/Laily Rahmawaty

VIVA Nasional - Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin memenuhi panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus penggelapan dana CSR Boeing pada Jumat, 29 Juli 2022. Tentu, Ahyudin akan mengikuti proses hukum ini.

Ahyudin Pendiri ACT

Photo :
  • Tangkapan Layar: YouTube

Status Naik Jadi Tersangka

“Iya kan sekarang status saya sudah naik dari saksi menjadi tersangka, makanya dapat panggilan menghadap lagi penyidik di Bareskrim,” kata Ahyudin di Gedung Bareskrim.

Terima Penetapan Sebagai Tersangka

Ahyudin mengaku akan kooperatif kepada penyidik Bareskrim, dan menerima penetapan tersangka yang disematkannya itu. Sebab, sebagai warga negara Indonesia harus mengikuti proses hukum.

“Sebagai warga negara ya, saya sebagaimana sebelumnya 9 kali datang sebagai saksi. Maka sebagai tersangka pun, insya Allah saya akan ikuti semua proses hukum ini sebaik-baiknya dengan penuh kooperatif. Insya Allah, moga-moga proses ini semuanya akhirnya adalah kebaikan dan perbaikan,” kata dia.

Baca juga: Kasus ACT, Bareskrim Polri Tahan Empat Tersangka

Adapun, empat orang yang ditetapkan tersangka yakni Ahyudin (A) sebagai mantan Presiden dan Pendiri ACT; Ibnu Khajar (IK) selaku Presiden ACT saat ini.

Hariyana Hermain (HH) selaku pengawas Yayasan ACT tahun 2019 dan saat ini sebagai anggota pembina ACT saat ini; serta Novariadi Imam Akbari (NIA) selaku mantan Sekretaris dan saat ini menjabat Ketua Dewan Pembinan ACT.

Atas perbuatannya, keempat orang tersangka dijerat Pasal 137 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45a Ayat (1) juncto Pasal 28 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2012 Tentang ITE.

Selain itu, tersangka juga dijerat Pasal 70 Ayat (1) dan (2) juncto Pasal 5 UU Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Pasal 3,4 dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP, dengan ancaman penjara 20 tahun untuk TPPU, dan penggelapan 4 tahun penjara.

Sementara Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Kombes Helfi Assegaf, mengatakan penyidik menduga empat tersangka menyelewengkan dana dari Boeing untuk disalurkan kepada korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610 sebesar Rp34 miliar. Padahal, dana dari corporate social responsibility (CSR) oleh Boeing untuk para korban sebesar Rp138 miliar.

“Kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp103 miliar. Sisanya Rp34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya,” kata dia.

Selanjutnya, Helfi menyebut penyelewengan dana itu digunakan ACT untuk pengadaan armada rice truk senilai Rp2 miliar. Kemudian, program big food bus senilai Rp2,8 miliar dan pembangunan pesantren peradaban di Tasikmalaya sebesar Rp8,7 miliar.

Kejagung: Kasus Tom Lembong Murni Penegakkan Hukum Demi Ketahanan Pangan

“Selanjutnya, koperasi syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, ACT menggunakan dana CSR dari Boeing untuk dana talangan CV. CUN sebesar Rp3 miliar. Kemudian, lanjut Helfi, dana senilai Rp7,8 miliar digunakan untuk dana talangan PT. MBGS. “Totalnya semua Rp34.573.069.200,” katanya.

Kerugian Negara Kasus Tom Lembong Disoal, Hakim Praperadilan Sebut Tak Mesti Menunggu Hasil BPK
Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan

Praperadilan Tom Lembong Ditolak Hakim, Anies Bilang Begini

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun telah resmi menolak secara menyeluruh praperadilan yang diajukan oleh Tom Lembong.

img_title
VIVA.co.id
26 November 2024