Belajar dari Adelin Lis, Kejagung Diyakini Bisa Buru Apeng
- ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
VIVA Nasional - Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai bisa menangkap Surya Darmadi alias Apeng yang diduga berada di Singapura. Kejagung mesti bisa menegakkan supremasi hukum dengan membawa pulang Surya untuk diproses hukum
Anggota Komisi III DPR, Muhammad Rano Alfath optimis Kejagung bisa menangkap bos Duta Palma Group tersebut. Surya saat ini juga masuk daftar pencarian orang (DPO) atau buronan KPK.
Pun, di Kejagung, Surya tersandung dugaan penyerobotan lahan yang dilakukan PT Duta Palma Group. Dalam kasus ini, Apeng, diketahui masih berstatus saksi.
Namun, lantaran sudah lebih tiga kali pemanggilan yang bersangkutan selalu mangkir, Kejagung siap jemput paksa Surya Darmadi.
“Saya yakin segala cara akan dilakukan Kejaksaan Agung dalam menegakkan supremasi hukum. Selama ini Kejaksaan Agung juga selalu berhasil mengejar buron,” kata Rano saat dihubungi dan dikutip pada Kamis, 28 Juli 2022.
Rano mencontohkan ikhtiar Kejagung yang berhasil menangkap Adelin Lis di Singapura. Padahal, Adelin yang juga terpidana alam kasus pembalakan liar di hutan Mandailing Natal, Sumatera Utara itu sudah buron selama 13 tahun.
Kemudian, Rano menambahkan, upaya Kejagung membawa pulang Adelin karena juga belum berlaku perjanjian ekstradisi RI-Singapura. Namun, ia menekankan kinerja Kejagung dalam mengejar buronan di luar negeri
“Kejagung terbukti berhasil mengejar buron meski tanpa perjanjian ekstradisi, seperti Adelin Lis yang juga bersembunyi di Singapura. Saya percaya kasus bos Duta Palma Surya Darmadi bisa ditemukan titik terang secepatnya," jelas politikus PKB itu.
Meski demikian, Rano berharap perjanjian ekstradisi antara RI dengan Singapura bisa segera diratifikasi. Sebab, ia menilai perjanjian ekstradisi penting untuk Indonesia.
Menurut dia, dengan perjanjian ekstradisi maka akan membantu penegakan hukum di RI. Hal ini termasuk dalam pengejaran terduga buron di Singapura.
Rano menjelaskan, perjanjian ekstradisi antara RI dengan Singapura belum berlaku. Namun, kedua negara melalui pimpinannya sudah menandatangani perjanjian itu pada Januari 2022.
Tapi, perjanjian itu belum berlaku mengikat sebelum diratifikasi DPR melalui Komisi I. Dia bilang proses ratifikasi di DPR jika terealisasi maka akan memakan waktu.
“Di sini prosesnya cukup panjang, karena legislator perlu mencermati masing-masing pasal untuk memastikan keuntungan dan kepentingan negara, serta memprioritaskan kedaulatan NKRI," sebut Rano.