Mantan Ketua KPU Depok Jadi Tersangka Korupsi, Begini Modusnya

Ilustrasi tersangka kasus kejahatan diborgol
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA Nasional – Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok, Titik Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dana hibah oleh Kejaksaan Negeri Depok.  Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Depok, Mochtar Arifin mengatakan, Titik yang kini menjabat sebagai anggota KPU Jawa Barat itu diduga melakukan tindak pidana korupsi pada tahun 2015. 

Kasus Korupsi Timah, Saksi Ahli: Kerugian Negara Belum Jelas tapi Ekonomi Babel Sudah Hancur

"Bahwa benar, kita melakukan tahap dua penelitian tersangka dan barang bukti atas inisial TN (42), mantan Ketua KPUD Depok tahun 2015 yang saat ini menjadi anggota KPUD Jawa Barat," kata Arifin melalui keterangan persnya, Selasa 26 Juli 2022. 

Arifin mengatakan, Titik disangkakan yakni Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 31 tahun 1999. 

Tom Lembong Ngaku Sampai Detik Ini Masih Belum Tahu Perbuatan yang Jadikan Dirinya Tersangka

"Adapun kronologinya, bahwa KPU Depok dapat dana hibah tahun 2015 dari Pemkot Depok dengan total Rp 44.965.962.000, selanjutnya TN diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang selaku Ketua KPUD Depok tahun 2015," kata Arifin. 

Titik menggunakan dana hibah atas kegiatan fasilitas kampanye dan audit dana kampanye tahun 2015 berupa pekerjaan debat terbuka pasangan calon dan iklan media massa cetak dan media massa elektronik tahun anggaran (TA) 2015 yang mengakibatkan kerugian negara. 

Tom Lembong Sebut Nama Jokowi: Saya Selalu Berkoordinasi Selama Jadi Menteri Perdagangan

"Kerugian keuangan negara berdasarkan audit BPK sebesar Rp817.309.091,-" kata Arifin. 

Arifin mengatakan, modus yang dilakukan oleh Titik adalah mengubah metode lelang menjadi penunjukan langsung. Ia juga melakukan penyusunan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dengan menyalin dari angka-angka yang sudah ada di Rencana Kebutuhan Biaya (RKB) revisi 1 tanpa melakukan survei dan komunikasi secara langsung kepada pihak terkait. 

"Tanpa melakukan survei dan komunikasi secara langsung kepada pihak televisi, radio, dan media cetak untuk mencari harga pasar yang mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara," sambung Arifin. 

Arifin mengatakan, saat ini pihaknya tengah mempersiapkan kasusnya untuk segera disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung. 

"Kejaksaan telah menunjuk 7 orang jaksa untuk langsung disidangkan atau dilimpahkan ke pengadilan tipikor Bandung," kata Arifin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya