Puluhan Ribu Aplikasi Pemerintah Nganggur, Pakar: Rawan Dihack
- Pixabay
VIVA Nasional – Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate akan menutup 24.400 aplikasi yang tersebar di kementerian/lembaga dan menyiapkan aplikasi super atau super apps untuk Indonesia. Super apps ini merupakan suatu aplikasi layanan publik terpadu dalam satu aplikasi.Â
Penutupan puluhan ribu aplikasi ini menyusul kritik Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut pemerintah memiliki 400 ribu lebih aplikasi, 24.000 aplikasi dikelola oleh kementerian/lembaga dan tiap-tiap lembaga memiliki database sendiri-sendiri. Hal ini, kata Sri Mulyani, sangat tidak efisien dan memboroskan uang negara.
 Â
Menyoroti soal itu, pakar keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha menenkankan pentingnya menerapkan keamanan siber baik dari sistem, jaringan, maupun aplikasi, jika pemerintah ingin mewujudkan aplikasi super atau super-apps.
"Yang tak kalah penting adalah kewajiban menerapkan keamanan sibernya, baik itu sistem, jaringan, maupun aplikasi juga perlu diamankan. Karena super-apps bagus hanya jika keamanan siber bisa diterapkan dengan maksimal," kata Pratama Persadha dikutip Antara, Minggu, 17 Juli 2022.Â
Menurut Pratama, penerapan keamanan siber dapat dilakukan misalnya dengan penggunaan teknologi yang paling mutakhir seperti teknologi enkripsi yang canggih. Selain itu, pengamanan yang baik juga perlu diterapkan tidak hanya di aplikasi tapi juga di pusat data.
"Lalu, bentuk SDM khusus untuk menangani super-apps ini. Tidak ketinggalan masalah tata kelola yang baik, plus regulasi pemerintah dalam hal ini Undang-undang Perlindungan Data Pribadi yang kuat," ujar Pratama
Sementara terkait rencana Menkominfo yang akan menghapus 24.000 aplikasi milik kementerian/lembaga dan meleburnya ke dalam sebuah super-apps, Pratama menilai, saat ini memang sudah terlalu banyak aplikasi yang dimiliki pemerintah.Â
Setiap kementerian dan lembaga negara, dikatakan Pratama bahkan memiliki aplikasi yang hampir mirip dengan sistem yang berbeda.Â
Selain itu, lanjut dia, banyak juga aplikasi atau website yang sudah lama tidak terpakai namun masih hidup, sehingga berpotensi melahirkan ancaman baru mulai dari anggaran, data yang simpang siur, hingga sistem keamanan.
"Dengan banyaknya aplikasi dan website yang menganggur ini, banyak potensi serangan dan kebocoran data. Sistem yang aktif dipakai saja masih menjadi sasaran empuk. Karena itu dalam membangun super-apps nanti perlu tim yang kuat, misalnya dari Kominfo, BSSN, BIN serta lembaga negara lain yang berkepentingan," ujar Pratama.
Tak hanya soal keamanan siber, Pratama juga mengingatkan bahwa untuk membuat super-apps memerlukan pusat data nasional yang akan menjadi server utama untuk mengolah seluruh data yang masuk terutama data kependudukan.
"Lalu yang harus disiapkan juga adalah program satu data nasional, jadi harus jelas data mana dari siapa yang digunakan dalam super-apps ini. Diharapkan dari super-apps ini, semua kementerian dan lembaga sudah bisa berkolaborasi dalam sebuah platform digital," tutup Pratama.
Super Apps, Aplikasi Terpadu
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah melakukan percepatan digitalisasi layanan publik dan mengimplementasikan data driven policy di Indonesia. Salah satunya menyiapkan super apps layanan publik terpadu untuk menghasilkan Satu Data Indonesia.
Menurut Menkominfo Johnny G Plate, aplikasi pemerintah yang digunakan saat ini terlalu banyak, tidak efisien dan cenderung bekerja masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan super apps guna memudahkan komunikasi lintas instansi agar terintegerasi dalam satu sistem yang sama.
"Jadi, super apps tersebut bertujuan mencegah duplikasi aplikasi-aplikasi sejenis dari berbagai kementerian atau lembaga. Oleh karena itu, perlu kerjasama dari setiap sektor pemerintahan untuk mewujudkan super apps yang handal dan terpadu. Tidak ada ruang bagi ego sektoral dan resistensi. Pemerintah saja saat ini masih menggunakan 24.400 aplikasi, tidak efisien dan bekerja sendiri-sendiri. Bahkan, di setiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah masing-masing mempunyai aplikasi yang berbeda-beda di setiap unitnya, sangat tidak efisien," kata Johnny
Johnny menegaskan arti penting penataan ulang ribuan aplikasi yang yang tersebar itu dengan menghasilkan satu aplikasi super atau super apps untuk Indonesia.
"Kita perlu menata ulang untuk menghasilkan satu super aplikasi Indonesia. Paling tidak, cukup hanya delapan aplikasi yang terintegerasi. Ini sedang kita siapkan dalam roadmap Kementerian Kominfo," tandasnya.
Menkominfo menyatakan dari 24.400 aplikasi yang tersebar itu, Kementerian Kominfo akan melakukan shutdown atau menutupnya. Selanjutnya, secara bertahap akan dipindahkan ke dalam super apps. Menteri Johnny yakin dengan efisiensi penggunaan super apps akan lebih tinggi dari aspek intervensi fiskal yang dikeluarkan Menteri Keuangan saat ini.
"Dari jumlah tersebut, pelan-pelan kita mulai melakukan shutdown dan pindahkan. Saya meyakini, efisiensinya akan lebih tinggi dari intervensi fiskal yang Ibu Sri Mulyani keluarkan saat ini. Puluhan triliun hematnya, kalau itu bisa dilakukan luar biasa untuk kita," ujarnya.
Di sisi lain, dalam rangka mewujudkan electronic government, Pemerintah saat ini masih menggunakan 2.700 pusat data. Sementara hanya sekitar 3 persen yang berbasis cloud, selebihnya terpisah dan menjadi salah satu kendala untuk menghasilkan satu data di Indonesia.
"Saat ini, 2.700 pusat data dan server itu hanya 3% saja yang berbasis cloud, sisanya ethernet (bekerja sendiri-sendiri) yang mengakibatkan sangat sulit interoperabilitas data untuk menghasilkan satu data sebagai implementasi data driven policy di Indonesia, jadi perlu kita siapkan dengan benar," ungkap Menkominfo.
Â