Sidang Etik Lili Pintauli Lanjut Hari Ini, Kasus Gratifikasi MotoGP
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
VIVA Nasional - Sidang perkara dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar kembali dilanjutkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Senin, 11 Juli 2022.
"Sesuai jadwal sidang etik LPS (Lili Pintauli Siregar) dilanjutkan Senin, 11 Juli 2022," kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris saat dikonfirmasi awak media.
Haris menjelaskan, pihaknya sudah melayangkan surat panggilan pemeriksaan etik perdana ini kepada Lili. Haris berharap Lili Pintauli bisa kooperatif terhadap proses etik.
"Pemanggilan kepada yang bersangkutan sudah dilakukan sejak 5 Juli yang lalu," kata Haris.
Kendati begitu, hingga hari ini pihaknya belum menerima kabar apakah Lili Pintauli akan hadir atau tidak dalam persidangan.
Diungkapkan Haris, sejak undangan pemeriksaan dilayangkan, belum ada konfirmasi dari Lili.
Pada sidang perdananya beberapa waktu lalu, terkait dugaan pelanggaran etik penerimaan gratifikasi MotoGP dari PT Pertamina, Lili dilaporkan tidak hadir. Lili tidak memenuhi panggilan lantaran berasalan tengah melakukan perjalanan dinas di Bali.
"Ada surat dari pimpinan yang menyatakan yang bersangkutan (Lili Pintauli) berhalangan, dinas ke Bali menghadiri G20," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Selasa, 5 Juli 2022.
Sementara itu, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mendesak Lili Pintauli kooperatif menghadiri sidang etik Dewas KPK. Selain itu, ia meminta Ketua KPK Firli Bahuri membebastugaskan Lili dari kegiatan lembaga supaya bisa fokus mengikuti persidangan.
"ICW mendesak Sdri Lili Pintauli agar bertindak kooperatif. Ini penting agar kejadian memalukan seperti pekan lalu tidak lagi terulang," ujar Kurnia Ramadhana.
Seperti diketahui, Lili kembali dilaporkan ke Dewas KPK, karena diduga menerima fasilitas akomodasi hotel hingga tiket menonton ajang balap MotoGP 2022 di Sirkuit Internasional Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB) dari salah satu badan usaha milik negara (BUMN).
Lili pernah dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan, karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa menyalahgunakan pengaruh selaku Pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.