MK Tolak Gugatan PT 20 Persen Yusril dan La Nyalla

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia / MKRI
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA Nasional - Mahkamah Konstitusi membacakan putusan gugatan Undang-Undang Pemilu tahun 2017 yang diajukan Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti dan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, hari ini, Kamis, 7 Juli 2022.

Putusan MK soal Hukuman bagi Aparat Tak Netral dalam Pilkada Kurang Berefek Jera, Kata Akademisi

Ilustrasi sidang Mahkamah Konstitusi (MK).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarok

Gugat PT 20 Persen

MK: Pejabat Daerah dan TNI/Polri Tak Netral di Pilkada Bisa Dipidana

Perkara tersebut terdaftar nomor 52/PUU-XX/2022. Mereka menggugat presidential threshold 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional sebagaimana termuat dalam Pasal 222 UU Pemilu.

Yusril mengatakan seharusnya mereka memiliki hak konstitusional untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

Warga Gugat Tes TOEFL Jadi Syarat Lamar CPNS ke MK

Baca juga: La Nyalla Mattalitti Beberkan Susah Banyak Capres dengan Treshold

Bertentangan dengan UUD 1945

Namun, hak tersebut menjadi berkurang akibat berlakunya Pasal 222 UU Pemilu yang menambahkan syarat perolehan suara sebanyak 20 persen. Menurut mereka, hal itu bertentangan dengan apa yang ditentukan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

MK Tidak Sependapat

Anggota Hakim MK Aswanto menimbang dalil-dalil yang disebutkan oleh Yusril tidak beralasan menurut hukum. Sebab, tidak terdapat jaminan bahwa dengan dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau partai politik maka berbagai ekses yang didalilkan pemohon tidak akan terjadi lagi.

"Pada pokoknya Mahkamah menyatakan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden adalah konstitusional, sedangkan berkenaan dengan besar atau kecilnya persentase presidential threshold merupakan kebijakan terbuka dalam ranah pembentuk undang-undang," kata Aswanto di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Dengan demikian, menurut Mahkamah tidak terdapat alasan mendasar yang membuat Mahkamah harus mengubah pendiriannya.

“Permohonan Pemohon II tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya dan terhadap dalil-dalil serta hal-hal lain tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena tidak terdapat relevansinya," kata Aswanto.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Ketua MK Anwar Usman mengatakan Pemohon I atau La Nyalla tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Sementara Pemohon II, Yusril Ihza Mahendra, memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Kendati begitu, majelis MK menyatakan pokok permohonan Pemohon II tidak beralasan menurut hukum.

"Amar putusan menyatakan permohonan pemohon I tidak dapat diterima. Menolak permohonan II untuk seluruhnya," kata Hakim Anwar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya