Ini Dalil Badal Haji untuk Orang yang Sudah Meninggal
- VIVA
VIVA Nasional – Mewakili atau menggantikan ibadah haji orang lain karena tidak dapat melaksanakan karena alasan tertentu disebut dengan istilah badal haji. Ibadah haji seseorang dapat diganti jika ia sudah terlalu tua (udzur) sehingga tak mampu bepergian jauh atau seseorang yang memiliki niat berhaji namun telah wafat.
Ketentuan seseorang dapat melakukan badal haji yakni ia sebelumnya harus sudah melaksanakan ibadah haji bagi dirinya sendiri. Pria boleh mewakili ibadah haji untuk pria maupun wanita, begitu pula sebaliknya. Orang yang mengerjakan badal haji sebaiknya masih dalam lingkup keluarga. Perwakilan atau pengganti ibadah haji seseorang disebut dengan mubdil.
Terdapat sebuah hadits dari Bukhari dan An Nasa’i tentang badal haji untuk seorang yang sudah niat atau mampu berhaji tetapi telah meninggal dunia. Dalam hadits ini seorang wanita bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ibunya yang telah bernazar haji tetapi telah meninggal dunia.
"Ibuku telah bernazar untuk haji tetapi ia meninggal dunia sebelum menunaikannya. Apakah aku boleh melakukan atas namanya?" Nabi SAW menjawab, "Boleh, berhajilah menggantikannya. Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki utang, bukankah kamu akan membayarnya? Bayarlah (utang) kepada Allah, karena Dia lebih berhak untuk dilunasi." (HR Bukhari dan An Nasa’i).
Perlu diingat, badal haji dikerjakan bukan untuk seseorang yang tidak mampu secara finansial. Kewajiban haji tidak berlaku bagi fakir miskin.
Para ulama dari Al-Lajnah Ad-Da’imah pernah mendapat pertanyaan, “apakah seseorang dibolehkan mengumrohkan atau menghajikan untuk kerabatnya yang jauh dari Mekah, karena dia tidak mempunyai (dana) untuk sampai ke (Mekah), padahal dia mampu untuk thawaf?”
Mereka menjawab, “kerabat yang Anda sebutkan tidak wajib baginya haji selagi dia tidak mampu melaksanakan haji dari sisi materi (finansial). Dan tidak sah menghajikan atau mengumrohkan untuknya. Karena dia mampu melaksanakan keduanya dengan fisiknya kalau sekiranya dia hadir sendiri di masyair. Yang sah menggantikan (haji dan umroh) adalah untuk orang yang telah meninggal dunia dan orang lemah fisik yang tidak dapat melaksanakan (sendiri).”
Selain itu, seorang mubdil tidak bisa mewakili dua atau lebih ibadah haji dalam satu pelaksanaan. Hal ini berdasarkan perkataan para ulama dari dari Al-Lajnah Ad-Da’imah.
Mereka menyatakan, “dibolehkan menghajikan untuk orang yang telah meninggal dunia dan orang yang masih hidup apabila tidak mampu (melaksanakan haji secara fisik). Seseorang tidak dibolehkan melakukan sekali haji untuk dua orang. Maka haji tidak diterima kecuali hanya untuk satu orang saja, begitu juga umrah. Akan tetapi kalau dia menghajikan untuk orang lain dan umrah untuk yang lainnya pada tahun yang sama, hal itu diterima. Kalau orang yang menghajikan telah menunaikan haji dan umrah untuk dirinya.”