Komnas HAM: Jangan Tempatkan Militerisme Sebagai Solusi Setiap Masalah

Ketua Komnas HAM bicara soal UU PSDN dalam sebuah diskusi
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Ketua Komnas HAM Taufan Damanik memperkirakan kedepan pendekatan militer bakal menguat dengan adanya UU No. 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara. Dia mencontohkan, kasus Aceh dan Papua yang dilakukan dengan pendekatan militer tidak bisa menyelesaikan konflik di sana. 

Komnas HAM Sebut Sejumlah Kasus Kandidat Pilkada Berujar Seksis dan Rendahkan Perempuan

"Cara kita memandang masalah bangsa harus diperbaiki, tidak semata penyelesaian konflilk/ masalah itu selalu diselesaikan dengan pendekatan militer atau keamanan. Kita  tidak boleh menempatkan militerisme terlalu tinggi sebagai solusi setiap masalah," kata Taufan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik

Photo :
  • VIVA/Muhamad Solihin
Panglima TNI Jenderal Agus Teken Kerja Sama dengan Komnas HAM, Ini Tujuannya

Taufan mendesak agar kampanye pemerintah untuk merekrut Komponen Cadangan hari ini harus dilawan dengan narasi akan seperti apa Indonesia dalam bayangan kita yang civilized. 

"Kita harus melawan dengan narasi yang lebih humanis dan demokratis, serta imajinatif akan seperti apa Indonesia yang humanis dalam bayangan kita ke depan," ucap dia. 

Panglima TNI Agus Subiyanto: Kami Berkomitmen Menjunjung Tinggi Hak Asasi Manusia

Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar menyampaikan hal serupa. Dia menyebut UU PSDN adalah tentang perluasan definisi ancaman pertahanan negara.

VIVA Militer: Latihan fisik Komponen Cadangan Pertahanan (Ilustrasi)

Photo :
  • youtube

Dalam frasa yang bertentangan dengan Pancasila dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 itu bersifat multi tafsir. 

"Selain itu, penambahan ancaman hibrida dan identifikasi ancaman non?militer  yang di antaranya seperti agresi, terorisme, komunisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, bencana alam, kerusakan lingkungan, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian sumber daya alam, wabah penyakit, dan seterusnya bersifat problematik," ucapnya.

Ray Rangkuti dari Lingkar Madani dan Aktivis Reformasi 1998 menilai, cara pandang pemerintah melihat isu bela negara masih keliru dan cenderung militeristis. 

Cara pandang ini menunjukkan bahwa saat ini terjadi penguatan militerisasi dalam kehidupan sipil. Sementara itu, siapapub yang mengkritik UU PSDN ini dianggap tidak nasionalisme dan tidak membela negara. 

"Saya melihat bahwa ada kaitan antara pembuatan UU PSDN ini dengan kepentingan perhelatan politik 2024. Sementara itu penggunaan TNI saja dalam pengamanan pemilu itu pernah saya kritik. Jangan sampai kita mengorbankan demokrasi karena biaya akan sangat mahal jika demokrasi dilemahkan. Pembangungan demokrasi harus terus dilakukan, pengalaman 32 tahun rezim Orde Baru harus dijadikan pelajaran," kata dia.

Akademisi STHI Jentera, Bivitri Susanti khawatir implementasi UU PSDN untuk Pertahanan Negara. Dia menyebut berpotensi melanggar Hak Azazi Manuisia  (HAM).  

"UU PSDN ini juga sebagai alarm tanda menguatnya militerisme di Indonesia," kata Bivitri.

Bivitri menambahkan, secara substansi hukum pidana militer yang diterapkan kepada Komponen cadangan itu juga menjadi persoalan karena menimbulkan kekacauan hukum. Pidana militer seharusnya diterapkan hanya kepada militer, tetapi ini bisa kepada Komponen cadangan. 

"Selain itu penentuan komponen cadangan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya buatan (SDB) menimbulkan kekacauan dan pelanggaran terhadap hak atas property. Untuk itu, melalui UU PSDN ini berpotensi terjadi perampasan lahan masyarakat," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya