Jaksa Agung Ungkap Peran Emirsyah Satar di Kasus Korupsi Garuda
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA - Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menjelaskan peran kedua tersangka kasus korupsi pengadaan pesawat udara di PT Garuda Indonesia tahun 2011-2021, yakni mantan Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar dan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo (SS).
Bocorkan Rencana Pengadaan Pesawat
Tersangka Emirsyah, kata Burhanuddin, perannya membocorkan rencana pengadaan pesawat kepada tersangka SS dan hal ini bertentangan dengan Pedoman Pengadaan Armada (PPA) milik Garuda Indonesia.
Kemudian, tersangka Emirsyah bersama Dewan Direksi HS dan Capt AW memerintahkan tim pemilihan untuk membuat analisa dengan menambahkan sub kriteria menggunakan pendekatan Nett Present Value (NPV).
“Tujuannya agar Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 dimenangkan atau dipilih,” kata Burhanuddin di kantornya pada Senin, 27 Juni 2022.
Baca juga: Emirsyah Satar Cs Tidak Ditahan, Ini Penjelasan Jaksa Agung
Terima Gratifikasi
Selanjutnya, kata dia, bahwa instruksi perubahan analisa yang diinstruksikan tersangka Emirsyah kepada tim pemilihan adalah menggunakan analisa yang dibuat oleh pihak manufaktur dan dikirim melalui tersangka SS.
“Tersangka telah menerima grafikasi dari pihak manufaktur melalui tersangka SS dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600,” kata dia.
Selain itu, Burhanuddin juga mengungkap peran tersangka Soetikno dalam perkara korupsi pengadaan pesawat di Garuda Indonesia. Menurut dia, tersangka Soetikno telah melakukan komunikasi dengan pihak manufaktur bekal bocoran informasi pengadaan pesawat dari Emirsyah Satar.
“Tersangka SA telah mempengaruhi tersangka ES dengan cara mengirim analisa yang dibuat oleh pihak manufaktur, kemudian tersangka ES menginstruksikan tim pengadaan untuk mempedomani dalam membuat analisa sehingga memilih Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600,” ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, tersangka Soetikno menjadi perantara dalam menyampaikan gratifikasi dari manufacture kepada tersangka Emirsyah dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidiair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.