Bola Liar Penetapan Izin Menikah Beda Agama di Surabaya
- VIVA
VIVA –  Penetapan izin menikah beda agama yang ditetapkan Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, atas permohonan pasangan RA yang beragama Islam dan EDS yang beragama Kristen menggelinding jadi bola liar. Banyak pihak memprotes penetapan itu. Bahkan, ada yang mengadukan dan menggugat itu ke lembaga terkait.
Gugatan di antaranya dilayangkan oleh empat orang bernama M Ali Muchtar, Tabah Ali Susanto, Ahmah Khoirul Gufron, dan Shodiku. Mengacu pada laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya, gugatan itu didaftarkan 23 Juni 2022 dengan nomor perkara 658/Pdt.G/2022/PN Sby.
Mereka menggugat PN Surabaya sebagai tergugat tunggal. Disebutkan pula sebagai turut tergugat, yaitu Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya, Majelis Ulama Indonesia, Persekutuan Gereja Indonesia, Pondok Pesantren Al Anwar Sarang dan Pondok pesantren Al Qur'an (pimpinan Gus Baha).
Adapun petitum yang dimohonkan penggugat ialah mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya; menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum; Menghukum tergugat dan turut tergugat I untuk membatalkan putusan perkara Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby untuk seluruhnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengadukan PN Surabaya ke sejumlah lembaga terkait putusan penetapan izin menikah beda agama itu. MUI mengadukan hakim yang mengeluarkan penetapan kepada Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung RI. Dua lembaga tersebut diminta MUI agar memeriksa hakim tunggal yang mengeluarkan penetapan tersebut.
Menanggapi itu, Wakil Hubungan Masyarakat PN Surabaya Gede Agung mengatakan bahwa pihaknya memaklumi jika penetapan izin menikah beda agama yang dikeluarkan hakim tunggal Imam Supriyadi beberapa waktu lalu memantik reaksi publik. Namun, dia menegaskan penetapan itu sudah sesuai aturan perundang-undangan.
"Selama dalam proses pemeriksaan mengacu pada ketentuan yang mengatur baik UU Perkawinan, UU Adminduk, dari pertimbangan itulah hakim akhrinya menetapkan mengizinkan pemohon untuk mencatatkan perkawinannya," kata Gede kepada wartawan dikutip VIVA pada Sabtu, 24 Juni 2022.
Selain pihak pemohon atau keluarga yang mengajukan gugatan untuk membatalkan penetapan itu, menurut Gede boleh-boleh saja pihak lain mengajukan gugatan. Namun demikian, tentu saja pengadilan akan memeriksa terlebih dahulu legal standing si penggugat. "Apakah ada hak kewenangan untuk mengajukan gugatan atau keberatan. Itu harus  diperiksa lebih dulu," ucapnya.